Facebook  menurut Islam :

Para ulama se-Jawa Timur belum lama ini dikabarkan menyatakan menggunakan Facebook adalah haram. Namun setelah dikonformasi ulang mereka membantah telah mengeluarkan fatwa haram atas penggunaan jejaring social itu. Mengapa?

Alasan pengharaman Facebook adalah Kitab Bariqah Mahmudiyah halaman 7, Kitab Ihya' Ulumudin halaman 99, Kitab Al-Fatawi Al-Fiqhiyyah Al-Kubra halaman 203, serta sejumlah kitab dan tausyiyah dari ulama besar.

Tentu saja pernyataan ulama se-Jawa Timur yang tergabung dalam Forum Komunikasi Pondok Pesantren Putri (FMP3) itu mengundang kontroversi dari banyak kalangan. Pihak Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur sendiri membantah bahwa pertemuan yang diadakan di tempat itu mengatakan pernyataan yang mengharamkan Facebook. Wadah para ulama, MUI, pun menyatakan belum ada fatwa yang menyatakan bahwa jejaring sosial itu haram.

Dikatakan oleh Ketua MUI, H. Amidhan, ulama-ulama dari Jawa Timur tersebut tidak termasuk dalam wadah MUI Pusat. Sedang dalam masalah Facebook, H. Amidhan menyatakan, haramnya konten dalam Facebook berbeda dengan haramnya babi. Sementara Ketua MUI Kalimantan Selatan Prof H Asywadie Syukur Lc berhati-hati dalam menyatakan keberadaan Facebook itu boleh atau tidak.

Apa yang sempat dinyatakan para ulama se-Jawa Timur itu tentu bukan sembarangan, namun didasarkan pada pengalaman yang ada. Misalnya salah satu ulama di Pondok Pesantren Lirboyo, yang memiliki Friendster pernah mendapat kiriman gambar porno.

Sebagai jejaring sosial Facebook memang terbukti sebagai media komunikasi yang efektif. Dengan media seperti itu selain facebooker mampu menambah teman dan mengomunikasikan segala macam hal, ia juga mampu menemukan temannya kembali yang sudah sekian puluhan tahun tidak pernah berjumpa. Dengan Facebook itulah segala macam pesan dikemas dan disebarkan tanpa batas.

Keefektifan Facebook itulah yang juga digunakan Barack Obama untuk memenangi pemilu si AS. Bahkan pria yang pernah sekolah di Menteng, Jakarta, Indonesia, itu tidak hanya menggunakan Facebook untuk menjaring pendukungnya. Jejaring sosial maya semacam Myspace, Linkedin, Youtube, Friendster, dan Twitter juga digunakan.

Dengan menggunakan jejaring sosial itu, Obama secara tahap pertahap mampu memenangi berbagai putaran pemilu. Pertama, saat konvensi Partai Demokrat, senator dari Illinois itu mengalahkan Hillary Clinton. Kemudian pada saat pemilu presiden, ia mampu menumbangkan John McCain dari Partai Republik.

Dengan menggunakan jejaring sosial itu, Obama melakukan gerakan sekali merengkuh dayung, satu-dua pulau terlampau. Artinya, selain ia mampu mengembangkan jaringan pendukungnya, dirinya juga mampu mengumpulkan dana dari jejaring sosial itu. Meski disumbang US$ 5 per orang, namun jumlah yang menyumbang sampai jutaan orang.

Sementara Hillary masih menggunakan pola-pola lama dalam berkampanye, termasuk dalam mencari dana. Hillary lupa bahwa dirinya hidup di suatu negara di mana tingkat penggunaan teknologi informasi demikian pesatnya. Diibaratkan dalam sebuah situs, Hillary masih menggunakan AOL,Obama sudah memanfaatkan jejaring sosial Facebook. Hillary masih PC, Obama sudah sebuah Mac.

Akibat keefektifan Facebook dalam menyampaikan pesan dan belajar dari kemenangan Barack Obama dengan menggunakan Facebook membuat pemerintah Iran melarang penggunaan Facebook menjelang pemilu. diberitakan pemerintah Negeri Mullah itu memblokir Facebook. Tujuannya pemblokiran ini, menurut lawan-lawan politik, agar Presiden Mahmoud Ahmadinejad bisa memenangi kembali pemilu yang akan digelar 12 Juni 2009 ini.

Pemerintah negara itu melakukan pemblokiran sebab kaum oposisi dengan cermat menggunakan Facebook untuk berkampanye. Tentu saja apa yang dilakukan itu memancing kemarahan dari pihak oposisi. Salah satu mullah terkenal di negeri itu yang sekaligus menjadi tim sukses Mehdi Karroubi, Mohammad Ali Abtahi, menuturkan pemerintah ingin mencegah diskusi bebas soal pemilu.

Seperti bantahan yang dikeluarkan dari pimpinan Pondok Pesantren Lirboyo, Ahmadinedjad pun juga membantah bahwa dirinya melarang penggunaan Facebook. Menurut presiden yang pemberani itu dirinya percaya pada kebebasan berekspresi secara maksimal di Iran. Untuk itu ia akan melakukan penyelidikan terhadap kontroversi pemblokiran Facebook tersebut.

Dibanding dengan negara di kawasan Asia, Indonesia masih kalah dalam hal penggunaan Facebook. Ini karena pengguna internet di negeri kita juga memang jauh di bawah rata-rata negeri di kawasan ini. Perlukah kita mengkhawatirkan dampak buruknya?

Data pada tahun 2002 menyebut pertumbuhan pengguna internet di Singapura tercatat 115%, Malaysia 90%, Cina 1.600%, dan India (4.500%) tahun lalu. Sementara berdasarkan data ITU, pada tahun 2006, pengguna internet negara-negara ASEAN, rata-rata densitasnya, adalah sekitar 10,15 pengguna internet per 100 penduduk. Dalam grafik terlihat Malaysia dan Singapura memiliki densitas yang jauh di atas negara-negara ASEAN lainnya, dengan densitas 43,77 dan 43,35 pengguna internet per 100 penduduknya.

Densitas pengguna internet di Indonesia sendiri masih di bawah rata-rata ASEAN. Dengan angka densitas sebesar 7,18 pengguna internet (data 2005) per 100 penduduk, penetrasi internet di Indonesia berada pada urutan keenam dari sepuluh negara anggota ASEAN, dan masih jauh berada di bawah Vietnam dengan densitas 17,21 pengguna internet per 100 penduduknya.

Diakhir 2008, dari data di situs, pengguna internet di Indonesia diperkirakan mencapai 30 juta pengguna. Tetapi angka itu masih relatif kecil karena baru 13% penduduk Indonesia menikmati fasilitas internet, angka ini masih jauh dari penetrasi netter dunia yang mencapai 23.5% atau 17.2% di Asia.

Persentase netter Indonesia (13%) masih kalah jauh dengan negara-negara tetangga di Asia seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan China. Malaysia 62.8%, Filipina 14.6%, Thailand 20.5%, Vietnam 24.2%, China 22.4%, Korea Selatan 76.1%, dan Jepang 73.1%.

Dengan demikian penggunaan Facebook di Indonesia masih belum memasyarakat betul. Disimpulkan penggunaan Facebook di Indonesia baru dinikmati 10% dari total jumlah penduduk Indonesia. Sehingga komunikasi lewat Facebook di Indonesia baru sebatas kalangan tertentu dan otomatis dampak negatifnya juga sebatas komunitas itu.

Meski demikian apa yang dikhawatirkan para ulama itu perlu ditanggapi secara positif sebab kandidat doktor dari Ohio State University, Aryn Karpinski, bersama co-authornya, Adam Duberstein dari Ohio Dominican University merilis hasil surveinya menunjukkan, bahwa mahasiswa yang sering menggunakan online-social-network memiliki indeks prestasi belajar lebih rendah daripada mahasiswa yang tidak menggunakan online-social-network. Survei dilakukan pada 219 mahasiswa dan lulusan yang secara signifikan memiliki perbedaan hasil belajarnya, antara pengguna Facebook vs non-pengguna.

Survei dampak negatif dari Facebook juga pernah dilakukan oleh neurosains dari Oxford University, Susan Greenfield. Survei menyatakan bahwa social-network seperti Facebook dan Bebo mudah membuat penggunanya kekanak-kanakan hingga berperilaku seperti anak kecil.

Neurosains dari UCLA, Gary Small, malah memberikan peringatan tentang menurunnya kemampuan para pengguna social-network dan teknologi modern terhadap perhatiannya pada ekspresi dan isyarat emosional seseorang secara sosial di kehidupan nyata, akibat kurangnya bertatap muka atau bersosialisasi secara langsung.

Berdasarkan pengalaman penulis, yang juga facebooker, terlihat dalam dinding-dinding Facebook, para facebooker sering mengeluh dan saling mengingatkan di antara mereka bahwa jaringan itu bisa membuat menunda-nunda pekerjaan rutin mereka. Nah, dari sinilah survei dan pengalaman ini bisa menyimpulkan bahwa apa yang dikatakan ulama Jawa Timur itu benar.

Meski demikian salah seorang pimpinan MUI memberi respon apa yang dikatakan para ulama Jawa Timur itu kurang pas sebab Facebook juga bisa sebagai sarana untuk melakukan silahturahmi. H Amidhan juga mengatakan, yang diharamkan dari Facebook itu adalah konten yang bermuatan gosip, mengumbar keburukan privasi orang, dan pornografi.

Sedang Asywadie Syukur semua tergantung atau bermula dari niat orang itu. Ia mencontohkan, pemanfaatan Facebook dalam rangka berkomunikasi guna menggali atau tukar ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi kemaslahatan umat, itu tidak haram.

Akan tetapi bila pemanfaatannya untuk berkomunikasi dalam hal-hal yang terlarang, baik secara hukum positif di Indonesia, maupun menurut norma-norma Islam, maka penggunaan sarana tersebut bisa dikategorikan haram.

Dari semua itu penulis berani menyimpulkan penggunaan Facebook hukumnya bisa haram (bila sifatnya merusak diri sendiri, orang lain, dan masyarakat), halal dan wajib (bila digunakan untuk berdakwah, menyampaikan kebaikan), serta bisa berhukum makruh dan mubah.

PANGKAL PINANG, KOMPAS.com — Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr Abdul Halim MA, menyatakan, menggunakan situs facebook tidak dilarang dalam Islam karena untuk kemajuan kemaslahatan.

"Situs facebook itu halal dan pelarangan menggunakan situs persahabatan itu bertentangan dengan hukum Islam, karena manusia diberi kreativitas oleh Allah SWT untuk bisa memanfaatkan alam dan alat untuk kemajuan kemaslahatan," ujarnya di Pangkal Pinang, Bangka Belitung (Babel).

Ia menjelaskan, teknologi adalah sunatullah dan tidak ada yang bisa menghambatnya karena dia akan berjalan terus. Yang menjadi persoalan, menurut dia, bukan alat layanan atau facebook, tetapi orang yang memakai alat tersebut.

"Tidak ada larangan memakai facebook karena itu dihalalkan dan pelarangan atau pengharaman terhadap facebook dalam artian alat adalah bertentangan dengan ajaran Islam," kata kandidat Ketua STAIN Syeh Abdurrahman Siddik Babel itu.

Ia mengatakan, ada sejumlah prinsip dalam agama yaitu harus bisa menjaga akal, tidak merusak agama, tidak merusak harta, dan tidak merusak keturunan.

"Jadi, semua untuk kemaslahatan dibolehkan dalam Islam, termasuk penggunaan situs facebook. Yang tidak boleh adalah orang memanfaatkan alat itu untuk ke arah yang tidak baik," ujarnya.

Ia menyatakan tidak setuju ada ulama melarang menggunakan situs facebook karena lebih besar manfaatnya ketimbang mudharatnya dan dalam agama mengajarkan segala sesuatu itu adalah boleh, kecuali ada dalil yang secara nyata mengharamkannya.

"Pelarangan menggunakan situs facebook sebenarnya juga bertentangan dengan sejarah Isra Miraj Nabi Muhammad SAW yang mengajarkan bagaimana memanfaatkan teknologi," ujarnya.

Menurut dia, dampak negatif dari penggunaan situs facebook tidak mesti menjadi alasan untuk melarang situs itu dan menjadi tugas para ulama dan pemerintah mengarahkan alat itu menjadi sesuatu yang produktif.

"Facebook adalah teknologi yang tidak bisa dihambat perkembangannya dan tidak melanggar syariat Islam. Facebook juga bisa menjadi media dakwah. Facebook itu harus dimanfaatkan ke arah yang positif sehingga facebook bisa menjadi dunia nyata yang mendatangkan banyak manfaat," ujarnya.

 


 

PERANAN PEMUDA DLM ISLAM

Hudzaifah.org - Gunakanlah lima kesempatan sebelum datangnya yang lima (uzur), yakni masa mudamu sebelum datang tuamu, masa sehatmu sebelum datang sakitmu, masa kayamu sebelum datang miskinmu, masa hidupmu sebelum datang matimu, waktu luangmu sebelum datang kesibukanmu. (Hadist dari Ibnu Abbas RA Riwayat Al Hakim).

Kecenderungan hidup santai adalah satu bentuk aktivitas pemuda, oleh karena itu, Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Ada dua nikmat di mana manusia banyak tertipu karenanya, yaitu kesehatan dan kesempatan. (HR. Bukhari).

Pemuda dengan tenaga yang masih segar ditambah semangat yang menyala adalah beruntung jika potensinya itu digunakan untuk mengabdi kapada Allah SWT : �� Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (QS. Muhammad : 7)

Tujuh orang yang akan dilindungi Allah dalam lindungan-Nya pada hari yang tidak ada perlindungan selain perlindungannya (satu di antaranya ialah) pemuda yang sejak kecil selalu beribadah kepada Allah. (HR. Syaikhani)

Dalam usia yang sangat muda, gemblengan Rasulullah saw telah mampu memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap Islam ; Umar bin Khattab 27 tahun, Zaid bin Haritsah 20 tahun, Saad bin Abi Waqash 17 tahun, bahkan Ali Bin Abi Thalib 8 tahun. Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah �� (QS. Ali Imran : 110)

Sabda Rasulullah : Perjuangan Aku didukung oleh pemuda, oleh sebab itu wasiat yang baik untuk mereka.

PERAN PEMUDA ISLAM

Menurut Hasan Al-Banna, perbaikan suatu umat tidak akan terwujud kecuali dengan perbaikan individu, yang dalam hal ini adalah pemuda. Perbaikan individu (pemuda) tidak akan sukses kecuali dengan perbaikan jiwa. Perbaikan jiwa tidak akan berhasil kecuali dengan pendidikan dan pembinaan. Yang dimaksud dengan pembinaan adalah membangun dan mengisi akal dengan ilmu yang berguna, mengarahkan hati lewat doa, serta memompa dan menggiatkan jiwa lewat instropeksi diri.

Dr. Syakir Ali Salim AD berpendapat, pemuda Islam merupakan tumpuan umat, penerus dan penyempurna misi risalah Ilahiah. Perbaikan pemuda berarti adalah perbaikan umat. Oleh karena itu, eksistensinya sangat menentukan di dalam masyarakat.

Beberapa ulama menggolongkan peranan pemuda Islam seperti di bawah ini :

1. Pemuda sebagai Generasi Penerus

Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun pahala amal mereka. (QS. Ath-Thur : 21)

2. Pemuda sebagai Generasi Pengganti

Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintainya (QS. Al-Maidah : 54)

3. Pemuda Sebagai Generasi Pembaharu (Reformer)

Ingatlah ketika ia (Ibrahim-pen) berkata kepada bapaknya : wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong sedikitpun. (QS. Maryam : 42)

Perbedaan jarak dan waktu bukan alasan bagi kita untuk menjadi generasi yang lemah. Contoh saja Yahya Ayyash, Imad Aqil, Izzudin Al Qasam, dan pemuda-pemuda Palestina lainnya, berkat ketangguhan, kesungguhan dan kedekatannya dengan Allah menjadikan mereka seorang mujahid muda Begitu juga dengan pemuda lainnya di berbagai tempat dan zaman.[]

slam memandang posisi pemuda di masyarakat bukan menjadi kelompok pengekor yang sekedar berfoya-foya, membuang-buang waktu dengan aktifitas-aktivitas yang bersifat hura-hura dan tidak ada manfaatnya. Melainkan Islam menaruh harapan yang besar kepada para pemuda untuk menjadi pelopor dan motor penggerak dakwah Islam. Pemuda adalah kelompok masyarakat yang memiliki berbagai kelebihan dibandingkan dengan kelompok masyarakat lainnya, diantaranya adalah bahwa mereka relatif masih bersih dari pencemaran (baik aqidah maupun pemikiran), mereka memiliki semangat yang kuat dan kemampuan mobilitas yang tinggi.

Para musuh Islam sangat menyadari akan hal tersebut, sehingga mereka berusaha sekuat tenaga untuk mematikan potensi yang besar tersebut dari awalnya dan menghancurkan para pemuda dengan berbagai kegiatan yang laghwun (bersifat santai dan melalaikan), dan bahkan destruktif.

Pemuda yang baik oleh karenanya adalah pemuda yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Mereka beramal/bekerja dengan didasari dengan keimanan/aqidah yang benar

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?’” (QS Haa Miim [41]: 33)

2. Mereka selalu bekerja membangun masyarakat

“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.” (QS Al Kahfi [18]: 7)

3. Dan mereka memahami bahwa orang yang baik adalah orang yang paling bermanfaat untuk ummat dan masyarakatnya

“Dan Katakanlah: ‘Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.’” (QS At Taubah [9]: 105).

(bersambung, insya Allah…)


 

TRADITIONAL ISLAM as understood by the vast majority of ulama' of the Ahli Sunnah wal Jamaah

 

 

TEORITIS PERAN ISLAM DALAM PERKEMBANGAN IPTEK




 

Jumat, 19 Juni 2009

M Redha Helmi
Sekretaris Umum KAMMI Daerah Kepulauan Riau/ Aktivis LDK STAI-MU Tanjungpinang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di satu sisi memang berdampak positif, yakni dapat memperbaiki kualitas hidup manusia. Berbagai sarana modern industri, komunikasi, dan transportasi, misalnya, terbukti bermanfaat. Dengan ditemukannya mesin jahit, dalam 1 menit bisa dilakukan sekitar 7000 tusukan jarum jahit.


Bandingkan kalau kita menjahit dengan tangan, hanya 23 tusukan per menit (Qardhawi, 1997), dunia hanya perlu waktu beberapa menit saja untuk mengetahui kabar pendaratan Neil Amstrong di bulan (Winarno), orang naik haji dengan kapal laut bisa memakan waktu 17-20 hari untuk sampai Jeddah. Sekarang dengan naik pesawat terbang, kita hanya perlu 12 jam. Subhanallah…
Tapi di sisi lain, tak jarang iptek berdampak negatif karena merugikan membahayakan kehidupan dan martabat manusia. Bom atom telah menewaskan ratusan ribu manusia di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Elizabetta, seorang bayi Italia, lahir dari rahim bibinya setelah dua tahun ibunya (bernama Luigi) meninggal. Ovum dan sperma orang tuanya yang asli, ternyata disimpan di “bank” dan kemudian baru dititipkan pada bibinya, Elenna adik (Kompas, 16/01/1995).


Bayi tabung di Barat bisa berjalan walau pun asal sperma dan ovumnya bukan dari suami isteri (Hadipermono, 1995). dapat digunakan untuk mengubah mikroorganisme yang sudah berbahaya, menjadi lebih berbahaya, misalnya mengubah sifat genetik virus influenza hingga mampu membunuh manusia dalam beberapa menit saja (Bakry, 1996). Beberapa varian tanaman pangan hasil rekayasa genetika juga diindikasikan berbahaya bagi kesehatan manusia. tidak sedikit yang memanfaatkan teknologi internet sebagai sarana untuk kejahatan dunia maya (cyber crime) dan untuk mengakses pornografi, kekerasan, perjudian.


Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk dilihat kembali. Dapatkah agama memberi tuntunan agar kita memperoleh dampak iptek yang positif saja, seraya mengeliminasi dampak negatifnya semiminal mungkin. Sejauh manakah agama Islam dapat berperan dalam mengendalikan perkembangan teknologi modern. Tulisan ini bertujuan menjelaskan peran dalam perkembangan dan pemanfaatan teknologi tersebut.

Paradigma Hubungan
Agama-Iptek
Bagaimana hubungan agama dan iptek. Secara garis besar, berdasarkan tinjauan ideologi yang mendasari hubungan keduanya, terdapat 3 (tiga) jenis paradigma (Lihat Yahya Farghal, 1990: 99-119):


Pertama, paradagima sekuler, yaitu paradigma yang memandang iptek adalah terpisah satu sama lain. Sebab, dalam ideologi sekularisme barat, agama telah dipisahkan dari kehidupan (fashl al-din ‘an al) tidak dinafikan eksistensinya, tapi hanya dibatasi perannya dalam pribadi manusia dengan tuhannya. Agama tidak mengatur umum/publik.


Paradigma ini memandang agama dan iptek mencampuri dan mengintervensi yang lainnya. Agama dan iptek sama terpisah baik secara ontologis (berkaitan dengan pengertian atau hakikat sesuatu hal), epistemologis (berkaitan dengan cara memperoleh dan aksiologis (berkaitan dengan cara menerapkan pengetahuan). Paradigma ini mencapai kematangan pada akhir abad XIX di Barat sebagai jalan keluar dari kontradiksi ajaran Kristen (khususnya teks Bible) dengan penemuan ilmu pengetahuan modern.


Kedua, paradigma sosialis, yaitu paradigma dari ideologi sosialisme menafikan eksistensi agama sama sekali. Agama itu tidak ada, hubungan dan kaitan apa pun dengan iptek. Iptek bisa berjalan secara independen dan lepas secara total dari agama. Paradigma ini mirip dengan paradigma sekuler di atas, tapi lebih ekstrem.


Dalam paradigma sekuler, agama berfungsi secara sekularistik, yaitu tidak dinafikan keberadaannya, hanya dibatasi perannya dalam hubungan vertikal manusia dalam paradigma sosialis, agama dipandang secara ateistik, yaitu dianggap tidak ada (in-exist) dan dibuang sama sekali dari kehidupan. Paradigma tersebut didasarkan pada pikiran Karl Marx (w. 1883) yang memandang agama (Kristen) sebagai candu masyarakat, karena agama menurutnya membuat orang terbius dan lupa akan penindasan kapitalisme yang kejam.

Karl Marx mengatakan:“Religion is the sigh of the oppressed creature, the heart of the heartless just as it is the spirit of a spiritless situation. It is the opium of the people.


(Agama adalah keluh-kesah makhluk tertindas, jiwa dari suatu dunia yang berjiwa, sebagaimana ia merupakan ruh/spirit dari situasi yang ruh/spirit. Agama adalah candu bagi rakyat).


Ketiga, paradigma Islam, yaitu paradigma yang memandang bahwa agama adalah dasar dan pengatur kehidupan. Aqidah Islam menjadi basis dari segala ilmu pengetahuan. Aqidah Islam –yang terwujud dalam apa dalam Alquran dan al-Hadits-- menjadi qa’idah fikriyah (pemikiran), yaitu suatu asas yang di atasnya dibangun seluruh bangunan pemikiran dan ilmu pengetahuan manusia (An-Nabhani, 2001).


Paradigma ini memerintahkan manusia untuk membangun segala pemikirannya berdasarkan Aqidah Islam, bukan lepas dari aqidah itu. Ini kita pahami dari ayat yang pertama kali turun (artinya) : ”Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. [96]: 1).


Ayat ini berarti manusia telah diperintahkan untuk membaca memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman. Tetapi segala pemikirannya itu tidak boleh lepas dari Aqidah Islam, karena iqra` haruslah dengan rabbika, yaitu tetap berdasarkan iman kepada Allah, yang merupakan Aqidah Islam (Al-Qashash, 1995: 81). paradigma yang dibawa Rasulullah Saw (w. 632 M) yang meletakkan aqidah Islam yang berasas Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah sebagai asas ilmu pengetahuan.


Beliau mengajak memeluk aqidah Islam lebih lalu setelah itu menjadikan aqidah tersebut sebagai pondasi dan standar berbagai pengetahun. Ini dapat ditunjukkan misalnya dari suatu peristiwa ketika di masa Rasulullah Saw terjadi gerhana matahari, yang bertepatan dengan wafatnya putra beliau (Ibrahim). Orang-orang berkata, matahari ini terjadi karena meninggalnya Ibrahim.” Maka Rasulullah segera menjelaskan: “Sesungguhnya gerhana matahari dan bulan tidak terjadi karena kematian kelahiran seseorang, akan tetapi keduanya termasuk tanda-tanda kekuasaan Allah. Dengannya Allah memperingatkan hamba-hamba-Nya Bukhari dan an-Nasa`i] (Al-Baghdadi, 1996: 10).


Dengan jelas kita tahu bahwa Rasulullah Saw telah meletakkan aqidah sebagai dasar ilmu pengetahuan, sebab beliau menjelaskan, bahwa fenomena alam adalah tanda keberadaan dan kekuasaan Allah, tidak ada hubungannya dengan nasib seseorang. ***


Hal ini sesuai dengan aqidah muslim yang tertera dalam Alquran:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang berakal.” (Qs. Ali ‘Imran [3]: 190).


Inilah paradigma Islam yang menjadikan Aqidah Islam sebagai dasar segala pengetahuan seorang muslim. Paradigma inilah yang telah mencetak muslim-muslim yang taat dan shaleh tapi sekaligus cerdas dalam iptek. Itulah hasil prestasi cemerlang dari paradigma Islam ini yang dapat dilihat kejayaan iptek Dunia Islam antara tahun 700 – 1400 M.

 

Pada masa dikenal nama Jabir bin Hayyan (w. 721) sebagai ahli kimia termasyhur, Khawarzmi (w. 780) sebagai ahli matematika dan astronomi, Al (858) sebagai ahli astronomi dan matematika, Al-Razi (w. 884) sebagai kedokteran, ophtalmologi, dan kimia, Tsabit bin Qurrah (w. 908) sebagai kedokteran dan teknik, dan masih banyak lagi ,(Tentang kejayaan iptek Dunia Islam lihat misalnya M. Natsir Arsyad, 1992; Hossein Bahreisj, 1995; Ahmed dkk, 1999; Eugene A. Myers 2003; A. Zahoor, 2003; Gunadi dan Shoelhi, 2003).

Aqidah Islam Sebagai Dasar Iptek
Inilah peran pertama yang dimainkan Islam dalam iptek, yaitu aqidah harus dijadikan basis segala konsep dan aplikasi iptek. Inilah paradigma sebagaimana yang telah dibawa oleh Rasulullah Saw. Paradigma Islam inilah yang seharusnya diadopsi oleh kaum muslimin saat ini, bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Diakui atau tidak, umat Islam telah telah terjerumus dalam sikap membebek dan mengekor dalam segala-galanya; dalam pandangan hidup, gaya hidup, termasuk dalam konsep ilmu pengetahuan.


Bercokolnya paradigma sekuler inilah yang menjelaskan, mengapa di dalam sistem pendidikan yang diikuti diajarkan sistem ekonomi kapitalis yang pragmatis serta tidak kenal haram. Eksistensi paradigma sekuler itu menjelaskan pula mengapa diajarkan konsep pengetahuan yang bertentangan dengan keyakinan keimanan muslim. 


Jadi, yang dimaksud menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan bukanlah bahwa konsep iptek wajib bersumber kepada Alquran dan al- Hadits, tapi yang dimaksud, bahwa iptek wajib berstandar pada Alquran dan al-Hadits. Ringkasnya, Alquran dan al-Hadits adalah standar (dan bukannya sumber (mashdar) iptek.


Artinya, apa pun konsep iptek dikembangkan, harus sesuai dengan Alquran dan al-Hadits, dan tidak bertentangan dengan Alquran dan al-Hadits itu. Jika suatu konsep bertentangan dengan Alquran dan al-Hadits, maka konsep itu ditolak. Misalnya saja teori Darwin yang menyatakan bahwa manusia adalah hasil evolusi dari organisme sederhana yang selama jutaan tahun berevolusi melalui seleksi alam menjadi organisme yang lebih kompleks hingga menjadi manusia modern sekarang. Berarti, manusia sekarang bukan manusia pertama, Nabi Adam AS, tapi hasil dari evolusi organisme sederhana. Ini bertentangan dengan firman Allah SWT yang menegaskan, Adam adalah manusia pertama, dan bahwa seluruh manusia sekarang adalah keturunan Adam AS itu, bukan keturunan makhluk lainnya sebagaimana fantasi Teori Darwin (Zallum, 2001).


 Firman Allah SWT:“(Dialah Tuhan) yang memulai penciptaan manusia dari tanah, kemudian menciptakan keturunannya dari sari pati air yang hina (mani).”
[32]: 7).


Implikasi lain dari prinsip ini, yaitu Alquran dan al-Hadits hanyalah standar iptek, dan bukan sumber iptek, adalah bahwa umat Islam boleh mengambil iptek dari sumber kaum non muslim (orang kafir). Dulu Nabi Saw penggalian parit di sekeliling Madinah, padahal strategi militer itu berasal tradisi kaum Persia yang beragama Majusi .


Syariah Islam Standar Pemanfaatan Iptek


Peran kedua Islam dalam perkembangan iptek, adalah bahwa Syariah harus dijadikan standar pemanfaatan iptek. Ketentuan halal hukum syariah Islam wajib dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan bagaimana pun juga bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan, adalah telah dihalalkan oleh syariah Islam. Sedangkan iptek yang dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan syariah Islam. Keharusan tolok ukur syariah ini didasarkan pada banyak ayat dan juga hadits yang mewajibkan umat Islam menyesuaikan perbuatannya (termasuk menggunakan iptek) dengan ketentuan hukum Allah dan Rasul firman Allah:


“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan…” (Qs. an-Nisaa` [4]: 65).


Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa peran Islam yang utama dalam perkembangan iptek setidaknya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan Islam sebagai paradigma pemikiran dan ilmu pengetahuan. Jadi, paradigm Islam, dan bukannya paradigma sekuler, yang seharusnya diambil oleh Islam dalam membangun struktur ilmu pengetahuan. Kedua syariah Islam sebagai standar penggunaan iptek. Jadi, syariah Islam bukannya standar manfaat (utilitarianisme), yang seharusnya dijadikan ukur umat Islam dalam mengaplikasikan iptek. Jika dua peran ini dapat dimainkan oleh umat Islam dengan baik, Insyaallah akan ada berbagai berkah dari Allah kepada umat Islam dan juga seluruh umat manusia.


Mari kita simak firman-Nya:


“Kalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Qs. al-A’raaf [7]: 96).
Wallahu a’lam. ***

 

Kaum muslimin rahimakumullah!Marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT dan selalu bersyukur kepada Allah yg telah mengaruniai agama Islam sebagai pedoman hidup yg lurus lengkap dan sempurna sebagaimana ditegaskan dalam Alquran surat Al-Maidah ayat tiga yg artinya “Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu dan telah Aku cukupkan kepadamu ni’mat-Ku dan telah Aku ridhai Islam menjadi agamamu.” Kaum muslimin yg berbahagia!Salah satu keagungan ni’mat yg dikaruniakan Allah bagi umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah ni’mat ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan sains dan teknologi telah memberikan kemudahan-kemudahan dan kesejahteraan bagi kehidupan manusia sekaligus merupakan sarana bagi kesempurnaan manusia sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya krn Allah telah mengaruniakan anugerah keni’matan kepada manusia yg bersifat saling melengkapi yaitu anugerah agama dan keni’matan sains teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan dua sosok yg tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Ilmu adl sumber teknologi yg mampu memberikan kemungkinan munculnya berbagai penemuan rekayasa dan ide-ide. Adapun teknoogi adl terapan atau aplikasi dari ilmu yg dapat ditunjukkan dalam hasil nyata yg lbh canggih dan dapat mendorong manusia utk berkembang lbh maju lagi. Sebagai umat Islam kita harus menyadari bahwa dasar-dasar filosofis utk mengembangkan ilmu dan teknologi itu bisa dikaji dan digali dalam Alquran sebab kitab suci ini banyak mengupas keterangan-keterangan mengenai ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai contoh adl firman Allah SWT dalam surat Al-Anbiya ayat 80 yg artinya “Telah kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi utk kamu guna memelihara diri dalam peperanganmu.” Dari keterangan itu jelas sekali bahwa manusia dituntut utk berbuat sesuatu dgn sarana teknologi. Sehingga tidak mengherankan jika abad ke-7 M telah banyak lahir pemikir Islam yg tangguh produktif dan inofatif dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kepeloporan dan keunggulan umat Islam dalam bidang ilmu pengetahuan sudah dimulai pada abad itu. Tetapi sangat disayangkan bahwa kemajuan-kemajuan itu tidak sempat ditindaklanjuti dgn sebaik-baiknya sehingga tanpa sadar umat Islam akhirnya melepaskan kepeloporannya. Lalu bangsa Barat dgn mudah mengambil dan menransfer ilmu dan teknologi yg dimiliki dunia Islam dan dgn mudah pula mereka membuat licik yaitu membelenggu para pemikir Islam sehinggu sampai saat ini bangsa Baratlah yg menjadi pelopor dan pengendali ilmu pengetahuan dan teknologi. Kaum muslimin rahimakumullah!Begitulah menurut catatan sejarah bangsa Barat berhasil mengambil khazanah ilmu pengetahuan yg telah dikembangkan lbh dahulu oleh kaum muslimin kemudian mereka mengembangkannya di atas paham materialisme tanpa mengindahkan lagi nilai-nilai Islam sehingga terjadilah perubahan total sampai akhirnya terlepas dari sendi-sendi kebenaran. Para ilmuwan Barat dari abad ke abad kian mendewa-dewakan rasionalitas bahkan telah menuhankan ilmu dan teknologi sebagai kekuatan hidupnya. Mereka menyangka bahwa dgn iptek mereka pasti bisa mencapai apa saja yg ada di bumi ini dan merasa dirinya kuasa pula menundukkan langit bahkan mengira akan dapat menundukkan segala yg ada di bumi dn langit. Sehingga tokoh-tokoh mereka merasa mempunyai hak utk memaksakan ilmu pengetahuan dan teknologinya itu kepada semua yg ada di bumi agar mereka bisa mendikte dan memberi keutusan terhadap segala permasalahan di dunia. Sebenarnya masyarakat Barat itu patut dikasihani krn akibat kesombongannya itu mereka lupa bahwa manusia betapapun tingg kepandaiannya hanya bisa mengetahui kulit luar atau hal-hal yg lahiriah saja dari kehidupan semesta alam. Manusia hanya diberi ilmu pengetahuan yg sedikit dari kemahaluasan ilmu Allah. Di atas orang pintar ada lagi yg lbh pintar dan sungguh Allah SWT benci kepada orang yg hanya tahu tentang dunia tetapi bodoh tentang kebenaran yg ada di dalamnya. Allah SWT berfirman yg artinya “Celakalah bagi orang-orang kafir dgn siksa yg pedih. Mereka lbh menyukai kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat dan menghalangi manusia dari jalan Allah serta menginginkan agar jalan itu bengkok. Mereka berada dalam kesesatan yg nyata.” . Kaum muslimin rahimakumullah!Peradaban modern adl hasil kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yg gemilang yg telah dicapai oleh manusia setelah diadakan penelitian yg tekun dan eksperimen yg mahal yg telah dilakukan selama berabad-abad. Maka sudah sepantasnya kalau kemudian manusia menggunakan penemuan-penemuannya itu guna meningkatkan taraf hidupnya. Kemajuan teknologi secara umum telah banyak dini’mati oleh masyarakat luas dgn cara yg belum pernah dirasakan bahkan oleh para raja dahulu kala. Makanan lbh ni’mat dan beraneka ragam pakaian terbuat dari bahan yg jauh lbh baik dan halus sarana-sarana transportasi dan komunikasi yg kecepatannya amat mengagumkan gedung dan rumah tempat tinggal dibangun dengn megah dan mewah. Tampaknya manusia di masa depan akan mencapai taraf kemakmuran yg lbh tinggi dan memperoleh kemudahan-kemudahan yg lbh banyak lagi. Walaupun demikian kita juga menyaksikan betapa batin manusia zaman sekarang selalu mengerang krn sirat kerakusan manusia semakin merajalela dan perasaan saling iri di antara perorangan atau kelompok telah menyalakan api kebencian di mana-mana. Kata orang bijak di dunia sekarang ini nafsu manusia lbh besar daripada akal sahabatnya. Kebanyakan manusia di dunia kini hanya mengingat kesenangan hidupnya lupa kepada Tuhannya. Ia mengira bahwa dunia ini adl segalanya tak ada kelanjutannya dan tak ada kehidupan kecuali di dunia saja. Benar bahwa agama Islam tidak menghambat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi juga tidak anti terhadap barang-barang produk teknologi baik di zaman lampau di masa sekarang maupun di waktu-waktu yg kan datang. Demikian pula ajaran Islam ia tidak akan bertentangan dgn teori-teori pemikiran modern yg teraturdan lurus dan analisa-analisa yg teliti dan obyekitf. Dalam pandangan Islam menurut hukum asalnya segala sesuatu itu adl mubah termasuk segala apa yg disajikan oleh berbagai peradaban baik yg lama ataupun yg baru. Semua itu sebagaimana diajarkan oleh Islam tidak ada yg hukumnya haram kecuali jika terdapat nash atau dalil yg tegas dan pasti mengherankannya. Bukanlah Alquran sendiri telah menegaskan bahwa agama Islam bukanlah agma yg sempit? Allah SWT telah berfirman yg artinya “Di sekali-kali tidak menjadikan kamu dalam agama suatu kesempitan.” . Adapun peradaban modern yg begitu luas memasyarakatkan produk-produk teknologi canggih seperti televisi vidio alat-alat komunikasi dan barang-barang mewah lainnya serta menawarkan aneka jenis hiburan bagi tiap orang tua muda atau anak-anak yg tentunya alat-alat itu tidak bertanggung jawab atas apa yg diakibatkannya. Tetapi di atas pundak manusianyalah terletak semua tanggung jawab itu. Sebab adanya pelbagai media informasidn alat-alat canggih yg dimiliki dunia saat ini dapat berbuat apa saja kiranya faktor manusianyalah yg menentukan opersionalnya. Adakalanya menjadi manfaat yaitu manakala manusia menggunakan dgn baik dan tepat. Tetapi dapat pula mendatangkan dosa dan malapetaka manakala manusia menggunakannya utk mengumbar hawa nafsu dan kesenangan semata. Kaum muslimin rahimakumullah!Memang dalam abad teknologi dan era globalisasi ini umat Islam hendaklah emlakukan langkah-langkah strategis dgn meningkatkan pembinaan sumber daya manusia guna mewujudkan kualitas iman dn takwa serta tidk ketinggalan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun seiring dgn upaya meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi kita pun harus jeli menentukan pilihan ini. Untuk apakah semua kemajuan itu? Apakah sekadar utk menuruti keinginan-keinginan syahwat lalu tenggelam dalam kemewahan dunia hingga melupakan akhirat dan menjadi pengikut-pengikut setan? Ataukah sebaliknya semua ilmu dan kemajuan itu dicari utk menegakkan syariat Allah guna memakmurkan bumi dan menegakkan keadilan seperti yg dikehendaki Allah serta utk meluruskan kehidupan dgn berlandaskan pada kaidah noral Islam? Itulah pertanyaan dan tantangn bagi kita yg haurs kita jawab dgn pemikiran yg berwawasan jauh ke depan. Namun terlepas dari problema dan kekhawatiran-kekhawatiran sebagaimana diuraikan di atas kita sebagai umat Islam harus selalu optimis dan tetap bersyukur kepada Allah SWT. Karena sungguhpun perubahan sosial dan tta nilai kehidupan yg dibawa oleh arus modernisasi westernisasi dan sekularisasi terus-menerus menimpa dan menyerang masyarakat Islam tetapi kesadaran umat Islam utk membendung dampak-dampak negatif dari budaya Barat itu ternyata masih cukup tinggi meskipun hanya segolongan kecil umat yaitu mereka yg tetap teguh utk menegakkan nilai-nilai Islam. Akhirnya semoga dakwah yg singkat ini bermanfaat amin. Sumber Diadaptasi dari Khutbah Cendekiawan Menjembatani Kesenjangan Intelektualitas Umat Drs. Achmad Suyuti Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

 

 

Al-Arham Edisi 1 (A): Kewajiban Menuntut Ilmu

 

“Apakah  sama  orang-orang  yang mengetahui  dengan  orang-orang  yang  tidak mengetahui?  Sebenarnya  hanya  orang  yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran”. (QS. 39: 9)

Dalam bahasa Arab al-Ilmu merupakan lawan  kata  al-Jahlu  (tidak  tahu/bodoh). Al-Ilmu dapat diartikan juga sebagai mengenal  sesuatu  dalam  keadaan aslinya dengan pasti. Sedang menurut istilah, Ilmu yang dimaksudkan adalah ilmu syar‘i, yaitu ilmu tentang penjelasan-penjelasan dan petunjuk  yang  Allah  swt.  turunkan  kepada  Rasul-Nya, baik yang termaktub dalam Alquran maupun As-Sunnah.

Ilmu yang seringkali disebut dalam Alquran dan As-Sunnah, dan memperoleh pujian adalah ilmu wahyu/ilmu agama. Namun sebenarnya ilmu agama sendiripun sangat luas. Ilmu bermanfaat apabila dapat menambah ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, serta bermanfaat bagi alam semesta.

Hukum dan Kewajiban Menuntut Ilmu

Menuntut ilmu atau Thalabul ’Ilmi pada dasarnya  adalah  kewajiban  setiap  manusia. Kewajiban ini juga menunjukkan pada hak yang sama  bagi  lelaki  maupun  perempuan  untuk mencari  ilmu  sebanyak-banyaknya,  sesuai dengan kemampuan dan keinginannya. Nabi saw.  bersabda:

Mencari  ilmu  itu  wajib  atas  setiap muslim”. (HR. Ahamad dan Ibnu Majah).

Barang siapa yang beramal shaleh laki-laki  dan  perempuan,  dan  mereka  adalah orang yang beriman, baginya kehidupan yang baik." (QS.3:27).

Dalil-dalil tersebut menunjukkan bahwa kewajiban dan hak mempunyai ilmu (pengetahuan) sebelum mengeluarkan ucapan dan melakukan perbuatan, tidak hanya pada diri lelaki, tetapi juga perempuan. Allah swt. tidak membedakan jenis, suku, ras, ataupun kedudukan sosial  manusia,  dalam  memberikan  imbalan atas  amal  kebajikan  yang  diperbuat  hamba-Nya, termasuk menuntut ilmu.

Kewajiban dan hak menuntut ilmu pada setiap muslim, mengarah pada hukum mencari ilmu yang digolongkan menjadi dua macam. Pertama, menuntut ilmu hukumnya Fardhu ’ain bagi setiap umat Islam. Hal ini apabila ilmu itu menjadi  prasyarat  untuk  mengetahui  sebuah ibadah atau mu’amalah yang akan dikerjakan. Dalam kondisi seperti ini, wajib bagi masing-masing muslim mengetahui bagaimana cara ibadah kepada Allah swt. dan mu’amalahnya.

Hukum mencari ilmu yang kedua Fardhu Kifayah.  Ini  merupakan  hukum  asal  mencari ilmu. Artinya apabila telah ada sebagian muslim yang  mengerjakan,  maka  bagi  muslim  lain mencari ilmu menjadi sunnah hukumnya.

Kaidah Menuntut Ilmu

Dalam menuntut ilmu ada kaidah yang harus  diperhatikan  oleh  setiap  muslim.  Dr. Ibrahim  bin  ‘Amir  ar-Ruhaili  menyebutkan, termasuk  perkara  yang  penting  sebelum menuntut ilmu, ialah ikhlas (rela) karena Allah swt. Sesungguhnya ikhlas memiliki pengaruh besar untuk meraih taufiq (bimbingan) dalam segala hal. Setiap muslim yang mendapatkan taufiq,  baginya  diberi  kebaikan  yang  banyak dalam segala urusan agama dan dunia.

Termasuk  ikhlas  dalam  belajar,  adalah menuntut  ilmu  untuk  tafaqquh  (memahami secara mendalam), menghilangkan kebodohan diri sendiri. Setiap muslim berhak bersungguh-sungguh mendalami suatu ilmu. Hasil pendalaman  tersebut,  baik  oleh  lelaki  atau  perem- puan,  dapat  mengembangkan  khazanah  ilmu pengetahuan dan pemikiran keagamaan. Oleh karena  itu  sangatlah  utama  bagi  lelaki  dan perempuan untuk berlomba-lomba ber-tafaqquh dalam ilmu yang membuahkan amalan.

Hal lain yang harus diperhatikan adalah isti’anah, memohon pertolongan kepada Allah swt., tawakkal (berserah diri), dan berdoa agar dikaruniakan ilmu yang shahih (benar) dan nafi‘ (bermanfaat). Firman Allah swt:

Ya Rabbku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan”. (QS. 20: 114).

Dalam  sebuah  hadis  qudsi  Allah  berfirman:

"Wahai hamba-hamba-Ku, kamu semua berpeluang  tersesat  kecuali  orang  yang  Aku beri petunjuk, maka mintalah petunjuk ke- pada-Ku, niscaya Aku akan memberi petunjuk kepadamu”. (HR. Muslim)

Tampaknya  memohon  hidayah  Allah merupakan  jalan meraih ilmu agama, dan pengetahuan umum yang bermanfaat bagi kemaslahatan  dunia.  Setiap  muslim  tidak  akan memperoleh petunjuk kecuali yang dikaruniai taufiq oleh Allah swt., dan hal ini tergantung kepada upayanya masing-masing. Upaya dalam menuntut dan mengamalkan ilmu, membawa mereka pada derajat kedudukan sebagai manusia.  Baik  lelaki  atau  perempuan,  keduanya dikaruniai kedudukan sesuai dengan usahanya.

Upaya Meraih Ilmu

Seorang muslim sangat dianjurkan untuk mencari ilmu ke manapun, tempat ilmu itu dapat diraih. Satu riwayat mengatakan, “Carilah ilmu walau hingga ke negeri China”. Riwayat ini sangat menghargai baik lelaki maupun perempuan yang bersemangat menuntut ilmu, sekalipun hingga ke negeri nun jauh. Mereka akan terhitung sebagai orang yang berjuang di jalan Allah swt.

Terlebih dalam menuntut ilmu, sesungguhnya lelaki-perempuan tidak dibatasi oleh waktu. Anggapan bahwa perempuan memiliki waktu terbatas, karena didesak kewajiban berkeluarga dan mengasuh anak tidaklah benar. Sesungguhnya setiap lelaki dan perempuan memiliki  kesempatan  sama  untuk  thalabul  ’ilmi. Sabda Nabi saw., “Manusia harus mencari ilmu dari buaian sampai ke liang lahat”. Inilah pemikiran yang tepat dan demokratis tentang pendidikan seumur  hidup  bagi  sesama.  Jika  benar  kita umatnya, marilah beri kesempatan serupa antara  lelaki  dan  perempuan  untuk  menjalankan kewajiban menuntut ilmu hingga akhir hayat dikandung badan. Wallahu a’lam. (Hafidzoh)

 

 

 

Hal-Hal yang perlu Dihindari dalam Menuntut Ilmu

Cetak halaman ini

Kirim halaman ini ke teman via E-mail

 

Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin   

Friday, 15 February 2008

Jangan Berkhayal
  Jangan sampai engkau berhayal, yang mana di antaranya adalah engkau mengaku mengetahui sesuatu yang tidak engkau ketahui, atau mengaku menguasai sesuatu yang sebenarnya tidak engkau kuasai. Jika engkau melakukan itu, niscaya akan menjadi tabir tebal yang menghalangimu dari mendapatkan ilmu.

Ini benar ... terkadang ada sebagian orang yang memperlihatkan dirinya seakan-akan dia itu seorang ulama yang luas wawasannya. Kalau dia ditanya, maka akan diam sebentar seakan-akan sedang merenung, kemudian dia mengangkat kepala seraya berkata, "Terdapat dua pendapat dalam masalah ini."

Janganlah engkau mengaku menjadi seorang ulama yang bisa memberi fatwa, padahal sebenarnya engkau tidak mempunyai ilmu sama sekali. Karena, perbuatan ini adalah kebodohan dan kesesatan. Oleh karena itu, Syaikh berkata, "Jika engkau melakukan itu, niscaya akan menjadi tabir tebal yang menghalangimu dari mendapatkan ilmu."

Jangan Sampai Engkau Menjadi "Abu Syibr" (yang Dangkal Ilmunya)

Dikatakan bahwa ilmu itu ada tiga tingkatan, barang siapa yang berada pada tingkatan pertama, maka dia akan sombong, dan barang siapa yang berada pada tingkatan yang kedua, maka dia akan tawadhu', dan barang siapa yang berada pada tingkatan ketiga, maka dia akan mengetahui bahwa dirinya itu tidak punya ilmu.

Orang yang pertama itu sombong karena belum mengenal hakikat dirinya. Orang kedua bersikap tawadhu', namun dia masih memandang dirinya sebagai orang yang berilmu, sedangkan orang yang ketiga akan mengetahui bahwa dirinya itu bodoh, yang tidak mengetahui apa pun. Namun, yang ketiga ini apakah dia itu terpuji atau tercela? Jikalau engkau memandang bahwa dirimu itu orang yang bodoh, maka sudah pasti engkau tidak akan berani untuk berfatwa. Oleh karena itu, sebagian pelajar tidak pernah bisa bersikap tegas, dia selalu brkata, "Masalah ini tampaknya demikian atau ada kemungkinan bermakna demikian." Oleh karena itu, selagi Allah Ta'ala memberikan ilmu kepadamu, maka anggaplah dirimu sebagai orang yang berilmu, tegaslah dalam menjawab sebuah masalah, jangan jadikan orang yang bertanya menjadi korban banyak kemungkinan, jika itu engkau lakukan maka engkau tiak akan bisa memberi faedah kepada orang lain, namun orang yang tidak memiliki ilmu yang mapan, maka seharusnya dia mengaku tidak mempunyai ilmu.

Sudah Menyampaikan Ilmu sebelum Mempunyai Keahlian

Hindarilah menyampaikan ilmu sebelum punya keahlian, karena itu merupakan cela dalam ilmu dan amal. Dikatakan: "Barang siapa yang menyampaikan ilmu sebelum waktunya, maka sungguh dia telah menjatuhkan dirinya dalam kehinaan."

Termasuk hal yang wajib untuk dihindari adalah menyampaikan ilmu sebelum dia memiliki keahlian untuk hal itu. Karena, perbuatan itu adalah sebagai bukti atas beberapa hal.

  1. Perasaan ta'ajjub pada dirinya sendiri, dikarenakan dia memandang dirinya sebagai seorang yang berilmu.
  2. Itu menunjukkan kebodohannya serta ketidakpahamannya dalam menghadapi masalah ini, dikarenakan apabila orang lain melihat dia sudah berani menyampaikan ilmu, maka mereka akan menanyakan kepadanya banyak masalah yang nantinya akan membongkar kedoknya.
  3. Kalau dia menyampaikan ilmu sebelum punya keahlian pasti dia akan mengatakan atas nama Allah sesuatu yang tidak dia ketahui, karena kebanyakan orang yang punya maksud dan tujuan seperti ini, dia tidak peduli meskipun harus menghancurleburkan ilmu itu sendiri dan yang penting dia menjawab semua pertanyaan.
  4. Seseorang itu apabila sudah menyampaikan ilmu kebanyakan tidak lagi mau menerima kebenaran, karena dengan kebodohannya dia menyangka bahwa jika dia tunduk kepada orang lain meskipun dia benar adalah bukti bahwa dia bukan orang yang ahli dalam bidang ilmiah.

Pura-Pura Pandai

Hati-hati terhadap apa yang dijadikan penghibur oleh orang-orang yang bangkrut dalam dunia ilmiah, yaitu dia mempelajari satu atau dua masalah, lalu apabila dia berada di majelis ilmu yang di dalamnya ada orang yang terpandang, maka dia selalu melontarkan dua permasalahan tadi. Betapa seringnya perbuatan seperti ini menimbulkan cela, setidak-tidaknya orang lain akan mengetahui jati dirinya yang sebenarnya. Saya telah menerangkan permasalahan ini dan yang semisalnya dalam kitab At-Ta'alum.

Ada seseorang yang datang bertanya kepada seorang ulama yang terkenal dengan keilmuannya tentang suatu masalah yang dia sudah membahasnya dan menelitinya dengan berbagai dalil dan silang pendapat antara para ulama yang ada. Lalu dia berkata kepada seorang ulama yang hebat: "Apa pendapatmu tentang masalah begini dan begitu?" Lalu, apabila si ulama menjawab, "Haram," misalnya, maka dia pun mengatakan, 'Lalu, bagaimana dengan sabda Rasulullah yang berbunyi demikian, juga bagaimana dengan ucapan imam Fulan demikian." Lalu, dia pun melontarkan dalil-dalil yang tidak diketahui oleh ulama tersebut, karena seorang ulama sekalipun tentu tidak dapat menguasai semua masalah. Tujuan orang itu adalah ingin menunjukkan bahwa dirinya lebih pandai daripada ulama tersebut. Dari sini, maka orang-orang awam akan membicarakannya, "Kemarin si Fulan berada di Majelis ulama Fulan, lalu dia tidak bisa menjawab pertanyaannya."

Ini terjadi pada sebagian ulama dan penuntut ilmu pada saman ini, dia memiliki ilmu tertentu seperti menekuni kitab nikah dan menelitinya dengan baik, namun kalau dia beralih ke bab jual beli yang letaknya sebelum kitab nikah, dia sama sekali tidak mengetahuinya. Banyak orang sekarang yang pura-pura pandai dalam ilmu hadits, dia berkata, "Si Fulan meriwayatkan dari Fulan, dan dalam hadits ini ada sanad yang terputus, dan sebab terputusnya adalah demikian." Namun, kalau engkau tanya dia tentang salah satu ayat Al-Qur'an, dia tidak bisa menjawabnya.

Hanya Mengisi Kekosongan Kertas

Sebagaimana engkau juga jangan sampai menulis kitab yang tidak bermakna serta tidak memenuhi delapan tujuan karya tulis, yang paling terakhir adalah jangan menulis hanya untuk mengisi kekosongan kertas. Maka, hati-hatilah dari menulis sebuah kitab sebelum engkau benar-benar ahli dan sudah memperoleh alat-alatnya secara sempurna serta sudah matang secara ilmiah dalam bimbingan para gurumu. Karena, engkau akan menulis sebuah cela dan menampakkan kehinaan pada dirimu.

Adapun bagi orang-orang yang memang sudah ahlinya, dan sudah sempurna ilmunya serta banyak ilmu yang diketahuinya dengan mempelajari kitab-kitab yang besar dan menghafal kitab yang kecil, juga dia bisa mengingat semua permasalahannya, maka menulis sebuah kitab baginya adalah perbuatan yang sangat mulia sebagaimana yang dilakukan oleh para ulama.

Jangan lupakan ucapan Al-Khathib al-Baghdadi, "Barang siapa yang menulis kitab, maka berarti dia telah menjadikan akal pikirannya dalam sebuah nampan yang dia tawarkan kepada orang lain."

Syarat-syarat yang disebutkan oleh Syaikh ini tidak mungkin terpenuhi pada saat ini. Karena, saat ini kita banyak menemukan beberapa kitab yang ditulis oleh orang-orang yang tidak dikenal sebagai ulama. Seandainya engkau menelaah apa yang mereka tulis, akan engkau dapati bahwa kitab itu tidak keluar dari orang yang sudah mapan keilmuannya, hanya berisi banyak nukilan yang kadang-kadang disandarkan pada yang mengakatannya dan terkadang tidak. Yang penting kita tidak terlebih dahulu berbicara tentang niat, karena niat itu hanya Allah yang mengetahuinya, namun kita katakan, "Tunggulah waktunya ... tunggulah waktunya."

Kalau nanti engkau sudah memiliki ilmu dan kemampuan, maka berilah ulasan kitab-kitab tersebut dengan sebaik-baiknya, karena memang sebagiannya belum terdapat dalil-dalilnya secara lengkap.

Sikap Anda terhadap Kesalahan Para Ulama Terdahulu

Apabila engkau mendapatkan kesalahan seorang ulama, maka janganlah engkau senang untuk bisa merendahkan martabatnya, namun senanglah karena engkau bisa membenarkan kesalahannya. Karena, orang yang jujur akan mamastikan bahwa tidak ada seorang ulama pun yang lepas dari kesalahan dan kealpaan, terutama ulama yang banyak karya ilmiahnya.

Tidak ada orang yang senang untuk meremehkannya dengan kesalahan ini kecuali orang yang berlagak pandai, orang semacam ini ingin menyembuhkan sakit pilek malah mengakibatkan sakit lepra.

Ya ... memang harus diingatkan kesalahan atau kelalaian seorang ulama yang sudah dikenal tentang keilmuan dan keutamaannya, namun jangan sampai hal itu berakibat mengurangi kehormatannya yang akan bisa membuat orang lain terpedaya.

Sikap seseorang terhadap kesalahan para ulama, baik yang hidup sebelumnya atau yang semasa dengan dia ada dua cara. (1) Meluruskan kesalahannya. Seseorang wajib mengingatkan sebuah kesahalan orang lain meskipun dia seorang ulama besar, baik dia hidup semasa dengannya atau sebelumnya, karena menjelaskan kesalahan seseorang adalah hal yang wajib. Dan, jangan sampai menghilangkan sebuah kebenaran hanya karena menghormati orang yang mengatakan kebatilan, karena menghormati kebenaran itu lebih diutamakan. (2) Terkadang ada orang yang menyebutkan kesalahan ulama semasanya atau yang sebelumnya dengan tujuan membongkar aibnya, bukan untuk mnejelaskan kebenaran. Ini hanya terjadi dari orang yang punya penyakit hasad dalam hatinya. Dia berharap bisa menemukan sebuah pendapat yang lemah atau kesalahan orang lain, lalu dia menyebarkannya di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu, engkau jumpai ahli bid'ah melecehkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, mereka mencari-cari sesuatu yang paling bisa digunakan untuk mencelanya, lalu mereka menyebarkannya dan menghinanya. Mereka katakan, "Ibnu Taimiyah menyelisihi ijma' tatkala mengatakan bahwa thalaq tiga sekaligus dihitung satu. Ini adalah pendapat yang aneh, dan barang siapa yang berpendapat aneh (sendiri), maka dia akan masuk neraka. Dia juga menghukumi bahwa seorang suami jika mengatakan kepada istrinya: "Engkau saya cerai," maka dia harus membayar kaffarah (denda) sumpah, padahal dia tidak bersumpah sama sekali dan hanya mengatakan, "Jikalau engkau berbuat begini, maka engkau saya ceraikan." Ibnu Taimiyah juga mengatakan bahwa Allah masih terus berbuat, dan pendapat ini mempunyai konsekuensi bahwasannya ada yang qadim selain Allah, karena semuanya ini terjadi dengan perbuatan Allah, maka jika perbuatan Allah itu qadim, maka yang terjadi akibat perbuatan itu pun qadim, sehingga dengan demikian dia telah mengatakan adanya dua ilah. Juga ucapan semisalnya yang mereka ambil dari sebagian ketergelinciran beliau, lalu mereka menyebarkannya di tengah-tengah masyarakat. Padahal, yang benar dalam semua masalah ini adalah beliau. Namun, karena mereka itu adalah orang yang hasad lagi pendendam--na'udzubillaah min dzalik--maka lain lagi urusannya.

Oleh karena itu, sikapmu terhadap kesalahan ulama sebelummu hendaklah didaari dengan tujuan mencari kebenaran. Karena, barang siapa yang tujuannya mencari kebenaran, maka akan diberi taufiq untuk menerima kebenaran tersebut. Adapun orang yang bertujuan untuk membongkar kesalahan orang lain, seperti orang yang mencari-cari kesalahan saudaranya, maka orang semacam itu akan dicari-cari kesalahannya oleh Allah. Dan barang siapa yang dicari-cari kesalahannya oleh Allah, maka Allah akan membongkar aibnya walaupun dia sembunyi di dalam rumah ibunya.

Orang yang jujur adalah orang yang mampu berkata adil. Orang semacam ini kalau menelaah ucapan para ulama niscaya akan mengetahui bahwa tidak ada seorang ulama pun kecuali mempunyai kesalahan dan kelalaian, terutama orang yang banyak menulis karya-karya ilmiah dan banyak berfatwa. Oleh karena itu, sebagian orang berkata, "Barang siapa yang banyak berbicara, akan banyak kesalahannya, dan barang siapa yang sedikit bicaranya, akan sedikit kesalahannya."

Menolak Syubhat

Jangan jadikan hatimu seperti bunga karang laut yang bisa menerima apa pun yang mendatanginya. Hindarilah syubhat pada dirimu, juga orang lain, karena syubhat itu sangat menyambar-nyambar dan hati itu lemah, dan orang yang paling banyak menebarkan syubhat adalah para ahli bid'ah, maka hati-hatilah terhadap mereka.

Ini adalah wasiat yang disampaikan oleh Imam Ibnu Taimiyah kepada murid beliau, Imam Ibnul Qayyim, beliau berkata, "Jangan jadikan hatimu seperti bunga karang laut, yang bisa menerima semua yang masuk padanya, namun jadikanlah seperti kaca bersih, dia bisa menampakkan apa yang ada di belakangnya tanpa harus terpengaruh dengan apa pun yang mengenainya."

Kebanyakan orang tidak mempunyai ketetapan hati dan dia selalu memikirkan berbagai syubhat. Alangkah benarnya perkataan para ulama, "Seandainya kita menuruti berbagai syubhat aqliyah, maka tidak akan ada satu pun nash yang selamat, pasti semuanya menjadi ragu-ragu dan penuh dengan berbagai kemungkinan. Oleh karena itu, para sahabat Nabi mengambil makna zhahir Al-Qur'an dan As-Sunnah dan tidak merenung sambil berkata, "Kalau ada yang bertanya begini bagaimana?"

Berjalanlah sesuai dengan zhahir Al-Qur'an, karena yang zhahir itulah pokok makna Al-Qur'an. Tatkala engkau melihat sejarah Rasulullah bersama para sahabatnya, niscaya akan engkau jumpai bahwa mereka memahami sesuatu sesuai dengan zhahirnya. Saat Rasulullah mengatakan kepada para sahabat bahwa Allah Ta'ala turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang terakhir, apakah mereka mengatakan kepada beliau, "Wahai Rasulullah, bagaimana cara turun Allah? Apakah langit itu cukup bagi-Nya? Apakah mereka menanyakan seperti itu? Tidak ...!

Oleh karena itu, saya nasihatkan kepada kalian agar jangan memikirkan hal-hal tersebut, terutama sekali pada masalah ghaib, karena akal manusia akan bimbang kalau terus memikirkannya dan tidak akan pernah mengetahui hakikatnya. Biarkanlah dia sesuai dengan zhahirnya. Katakan: "Kami dengar dan kami imani serta kami percayai." Karena, yang ada di balik itu masih lebih besar lagi. Inilah sebenarnya yang selayaknya dilakukan oleh penuntut ilmu.

Hindari Kesalahan

Jauhilah lahn (kesalahan), baik dalam kata-kata maupun tulisan. Karena, kata-kata dan tulisan yang disampaikan tanpa kesalahan akan nampak agung dan bersih. Juga akan nampak manisnya sebuah makna yang terpancar dari kata-kata indah tanpa salah. Umar bin Khaththab mengatakan, "Belajarlah bahasa Arab, karena itu akan menambah kewibawaanmu." [1] Diceritakan bahwa para ulama salaf terdahulu biasa mumukul anak mereka karena kesalahan bahasa. Imam Al-Khathib al-Baghdadi meriwayatkan dari Ar-Rahabi, beliau berkata, "Saya mendengar sebagian sahabat kami berkata, 'Apabila ada seseorang yang sering salah menyalin tulisan dari tulisan orang y ang sering salah, dan tulisan itu juga disalin oleh orang yang sering salah, maka jadilah tulisan itu bahasa Persia'." [2]

[1] Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Syu'ab (1765) dan Al-Khathib al-Baghdadi dalam Al-Jami' (1067).
[2] Lihat Al-Jami' (1064).

Al-Mubarrid berkata:
"Ilmu nahwu bisa membetulkan lisan orang yang salah.
Dan orang akan dihormati apabila dia tidak salah bicara.
Apabila engkau menginginkan ilmu yang paling utama.
Maka yang paling utama adalah yang bisa meluruskan lisanmu."
(Bait syair ini bukan ucapan Al-Mubarrid, namun ucapan Ishaq bin Khalaf al-Baharani. Lihat Al-Kamil [II/536-537]).

Dari sini, maka jangan percayai ucapan Al-Qasim bin Mukhaimirah rhm., "Belajar nahwu itu awalnya hanya akan menyibukkan diri dan berakhir dengan kezaliman."

Juga, jangan percayai ucapan Bisyir al-Hafi rhm. tatkala ada yang berkata kepadanya, "Belajarlah ilmu nahwu."
Dia menjawab, "Nanti saya akan tersesat."
Dia berkata lagi, "Katakanlah 'Ali telah memukul 'Amr."
Bisyr berkata, "Wahai saudaraku, kenapa 'Ali memukulnya?"
Dia menjawab, "Wahai Abu Nashr (panggilan Bisyr al-Hafi) 'Ali tidak memukulnya, namun ini adalah sebuah kaidah dasar yang dijadikan contoh."
Maka, Bisr pun berkata, "Berarti ilmu ini awalnya adalah kebohongan, saya tidak membutuhkannya."
Kedua kisah ini diriwayatkan oleh Al-Khathib dalam kitab Iqtidha' al-'Ilmi al-'Amal.

Aborsi Pemikiran

Hindarilah aborsi pemikiran, yaitu melahirkan buah pikiran sebelum matang.

Maknanya, janganlah engkau tergesa-gesa menyampaikan ilmu yang engkau dapatkan, terlebih-lebih kalau masalah yang akan engkau sampaikan itu berbeda dengan pendapat kebanyakan ulama atau menyelisihi kandungan dalil lain yang shahih, karena sebagian orang ada yang ingin menempuh jalan pintas, tatkala dia dapati sebuah hadits, maka dia akan langsung mengambilnya, meskipun hadits tersebut dha'if (lemah) dan bertentangan dengan hadits yang shahih, kemudian menyampaikannya kepada khalayak umum, sehingga mereka menyangka bahwa dia telah mencapai sebuah tingkatan ilmu yang belum dicapai oleh selainnya. Oleh karena itu saya katakan, "Jika engkau melihat sebuah hadits yang menunjukkan kepada sebuah hukum yang menyelisihi hadits-hadits yang shahih, yang seharusnya jadi landasan inti hukum dan diterima oleh umat, maka janganlah engkau tergesa-gesa menyampaikannya, demikian halnya jika hadits tersebut menyelisihi pendapat jumhur, jangan tergesa-gesa engkau mengatakannya. Namun, jika memang itulah yang benar, maka engkau wajib menyampaikannya.

Israiliyyat Gaya Baru

Hindarilah israiliyyat gaya baru yang sengaja dihembuskan oleh para orientalis dari kalangan Yahudi dan Nasrani, karena hal itu lebih berbahaya daripada israiliyyat zaman dulu. Israiliyyat yang ada pada zaman dahulu ini telah jelas urusannya bagi kita dengan penjelasan dari Rasulullah dan keterangan para ulama. Adapun israiliyyat gaya baru yang merasuki pemikiran Islam seiring dengan majunya kebudayaan dan era globalisasi, ini adalah kejelekan yang nyata dan serangan yang sangat mematikan. Sebagian umat Islam saat ini sudah menjadikannya sebagai jalan hidup, adapun yang lainnya ada yang tunduk patuh padanya. Oleh karena itu, berhati-hatilah jangan sampai engkau terjerumus ke dalamnya. Semoga Allah melindungi umat Islam dari keburukannya.

Yang dimaksud oleh Syaikh di atas adalah pemikiran-pemikiran yang merasuki tubuh umat Islam lewat orang-orang Yahudi dan Nasrani. Ini bukanlah israiliyyat yang berupa berita, namun ini berupa sebuah pemikiran yang banyak masuk pada kitab sastra atau lainnya. Di antara pemikiran ini ada yang masuk pada masalah muamalah, ibadah, serta pernikahan. Sehingga, ada sebagian orang yang mengingkari poligami, padahal banyak para ulama yang mengatakan bahwa poligami itu lebih utama daripada monogami. Mereka mengingkari poligami dan mengatakan bahwa syariat ini hanya untuk masa lampau. Orang semacam itu tidak memahami bahwa poligami pada zaman sekarang ini lebih dibutuhkan dari pada zaman dahulu, karena saat ini jumlah wanita sangat banyak, juga banyaknya fitnah sehingga wanita butuh untuk bisa menjaga kemaluannya.

Hindarilah Debat ala Bizantium (Debat Kusir)

Maksudnya adalah debat kusir, yang tidak menghasilkan apa-apa. Dulu orang-orang Bizantium memperdebatkan tentang jenis mlaikat, padahal saat itu musuh sudah ada di pintu gerbang negeri mereka, sehingga akhirnya musuh-musuh itu menghancurleburkan mereka. Beginilah sebuah perdebatan dalam urusan yang sepele menjadikan mereka tidak bisa mendapatkan jalan petunjuk.

Petunjuk salaf dalam masalah ini adalah menahan diri dari banyak permusuhan dan perdebatan, dan sering melakukannya adalah tanda kurangnya wara'. Sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Hasan al-Bashri tatkala beliau mendengar orang-orang berdebata, "Mereka itu orang-orang yang bosan beribadah, maka mereka menjadi enteng berbicara dan berkurang rasa wara' mereka, oleh mereka itu mereka selalu berbicara." [3] Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Az-Zuhd dan Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah.

[3] Riwayat Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah (II/157) dan Ibnu Abi 'Ashim dalam Az-Zuhd (I/272).

Debat kusir harus dihindari, adapun perdebatan yang bertujuan untuk mencari kebenaran yang didasari dengan sikap saling menghormati dan tidak berlebih-lebihan, maka itu diperintahkan. Sebagaimana firman Allah Ta'ala (yang artinya), "Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik ..." (An-Nahl: 125).

Perdebatan seperti yang dicontohkan oleh Syaikh di atas yang dilakukan oleh orang-orang Bizantium yaitu perdebatan tentang jenis malaikat adalah sesuatu yang tidak akan menghasilkan apa-apa. Karena, pertanyaan itu di luar batas kemampuan akal kita. Kita hanya mengetahui dari apa yang telah diberi tahu oleh Allah dan Rasul-Nya, seperti malaikat tercipta dari cahaya, mereka memiliki tubuh dan sayap, mereka juga bisa naik dan turun.

Termasuk perdebatan ini adalah seperti yang dilakukan oleh ahli kalam, yaitu perdebatan mereka tentang berbagai masalah aqidah. Misalnya, apakah kalam Allah itu sifat fi'liyah atau dzatiyah? Apakah kalam Allah itu baru atau qadim? Apakah Allah turun ke langit dunia itu secara hakikat ataukah hanya kiasan? Apakah jari-jari Allah itu hakikat ataukah sekadar kiasan? Dan seterusnya. Wahai ikhwah sekalian, sesungguhnya pembahasan semacam ini hanya akan mengeraskan hati dan akan menghilangkan keagungan dan kemuliaan Allah dari hatinya. Sangat disayangkan kalau ada yang membahas sifat Allah seakan-akan dia sedang membahas jasad yang mati, subhanallah! Padahal, sebelumnya kalau dia mendengar nama Allah akan merinding bulu kuduknya karena mengingat keagungan dan kemuliaan-Nya.

Semua perdebatan semacam ini tidak ada manfaatnya, tirulah para sahabat yang tidak mempertanyakan hal-hal semacam ini, karena apabila mereka menanyakan dan membahasnya hanya akan berakibat kerasnya hati. Namun, jika nama Allah masih agung dan mulia di dalam hatimu dan engkau tidak membahas masalah-masalah tersebut, maka ini akan menjadikan-Nya lebih Agung dan Mulia. Perhatikanlah hal ini karena inilah sebuah kebenaran.

Tidak Ada Kelompok Tidak juga Partai yang Dapat Dipersembahkan Wala' dan Bara' Kepadanya

Identitas seorang muslim adalah taat dan takwa kepada Allah Ta'ala dan cinta perdamaian, wahai para penuntut ilmu, semoga Allah memberikan berakah pada diri dan ilmumu, tuntutlah ilmu dan amalkanlah, kemudian dakwahkanlah sesuai dengan cara para ulama salaf.

Janganlah engkau suka keluar masuk pada berbagai jama'ah, karena berarti engkau akan keluar dari tempat yang lapang menuju sebuah tempat yang sangat sempit, semua yang ada dalam Islam adalah merupakan manhaj hidup, kaum muslimin adalah satu jama'ah, sedangkan tangan Allah berserta jama'ah. Dalam Islam tidak dikenal sistem fanatik golongan. Saya berlindung kepada Allah dan saya berdoa kepada-Nya agar jangan sampai kalian berpecah-belah, sehingga kalian akan menjadi mangsa berbagai kelompok, golongan, dan madzhab-madzhab bathil, yang mana dengan semua itu engkau memasang bendera wala' dan bara'.

Jadilah seorang pelajar muslim yang sesungguhnya, yang mengikuti atsar dan meneladani sunnah, berdakwah atas dasar bashirah ilmu dengan tetap mengakui keutamaan para ulama yang terdahulu. Karena, fanatik golongan ini punya sistem dan cara tersendiri yang belum pernah dikenal oleh para ulama salaf, yang mana ini adalah penghalang terbesar dari menuntut ilmu serta mampu memecah-belah dari persatuan umat Islam. Sudah berapa banyak fanatik golongan ini mampu melemahkan kekuatan dan persatuan umat Islam? Serta menjadikan banyak kesengsaraan bagi kaum muslimin? Oleh karana itu, hati-hatilah dari fanatik golongan yang sudah banyak kejahatan dan keburukannya. Berbagai golongan itu tidak ada bedanya dengan paralon saluran air yang hanya bisa mengumpulkan air kotor lalu membuangnya begitu saja, kecuali hanya orang yang dirahmati oleh Allah sajalah yang bisa tetap berpegang teguh dengan manhaj Rasulullah dan para sahabatnya.

Imam Ibnul Qayyim tatkala menerangkan tentang ciri-ciri orang yang ahli ibadah berkata, "Ciri yang kedua bahwasannya mereka tidak menisbatkan diri dengan sebuah nama tertentu. Maksudnya tidaklah mereka dikenal oleh masyarakat dengan sebuah nama tertentu, yang sudah menjadi lambang bagi ahli thariqat shufiyyah. Juga, termasuk ciri mereka adalah tidak terikat dengan amal perbuatan tertentu yang akhirnya mereka akan dikenal dengan amal perbuatan tersebut. Karena, ini semua adalah sebuah cacat dalam beribadah dikarenakan ibadah itu hanya bersifat sektoral.

Adapun orang yang melakukan ibadah secara universal, maka dia tidak akan pernah dikenal dengan amal salah satu ibadah sjaa, karena dia memenuhi panggilan semua bentuk ibdah. Dia bisa memberikan sumbangsih pada semua sektor ibadah. Dia tidak terikat dengan simbol dan lambang nama, baju, sistem, dan cara tertentu. Bahkan, kalau ditanya tentang siapa gurunya? Dia menjawab, "Rasulullah saw." Tentang manhajnya? Dia menjawab, "Ittiba', mengikuti jejak Rasulullan." Tentang pakaiannya? Dia menjawab, "Pakaian ketakwaan." Tentang madzhabnya? Dia menjawab, "Menghukumi dengan sunnah Rasulullah." Tentang tujuan dan harapannya? Dia menjawab, "Menginginkan wajah Allah." Tentang perjuangannya? Dia menjawab, "Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan membayarkan zakat ...." (An-Nur: 36-37). Tentang nasabnya? Dia menjawab, "Bapak saya adalah Islam, saya tidak mempunyai bapak yang lain. Saat orang-orang membanggakan sebagai keturunan Bani Qais dan Bani Tamim." Tentang makanan dan minumannya? Dia menjawab, "Apa urusanmu dengan dia?" Dia memiliki sepatu dan tempat minumnya, dia bisa minum air dan memakan rumput sampai akhirnya akan bertemu dengan pemiliknya:
Alangkah meruginya apabila umur telah habis.
Dan waktu telah pergi antara hinanya kelemahan dan kemalasan.
Padahal, orang lain telah menempuh jalan keselamatan.
Dan mereka secara perlahan telah menuju pada cita-cita yang tinggi.

Kemudian beliau berkata, "Merekalah simpanan Allah di mana pun mereka berada." Simpanan seorang raja adalah sesuatu yang disembunyikannya sendiri untuk keperluannya saja dan tidak pernah diberikan kepada orang lain. Demikian juga simpanan seseorang adalah sesuatu yang disimpan untuk keperluan dan hajatnya pribadi. Ahli ibadah yang universal tadi tatkala tertutupi dari pandangan orang lain, mereka tidak dipandang penting, mereka juga tidak menisbatkan diri dengan nama, madzhab, guru, dan baju tertentu, maka merekalah simpanan Allah yang tertutup rapat.

Mereka adalah makhluk yang paling jauh dari malapetaka, karena sering kali malapetaka itu terjadi karena terkait dengan simbol tertentu, dengan mengikat diri dengan cara tersebut. Itulah yang bisa memutus hubungan dengan Allah tanpa mereka sadari. Anehnya, merekalah yang biasa disebut dengan ahli ibadah, padahal merekalah orang yang terputus hubungannya dengan Allah dengan sebab keterkaitan mereka dengan semua itu. Seorang ulama pernah ditanya tentang (nama lain dari) sunnah. Maka, beliau menjawab, "Tidak mempunyai nama lain, kecuali As-Sunnah." Maksudnya bahwa Ahlus Sunnah tidaklah mempunyai nama lain yang mereka menisbatkan diri kepadanya melainkan hanya As-Sunnah.

Sebagian orang ada yang terikat dengan cara berpakaian orang lain, ada lagi yang duduk di sebuah tempat yang tidak mungkin ia duduk pada tempat lainnya, ada yang berjalan dengan cara tertentu yang ia tidaka akan berjalan dengan cara lain atau dalam hal pakaian dengan cara khusus atau juga menjalankan ibadah tertentu yang ia tidak akan melakukan ibadah lainnya meskipun lebih tinggi derajatnya, juga ada yang terikat dengan guru tertentu yang mana ia tidak akan pernah belajar kepada yang lainnya, meskipun guru lain itu lebih dekat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Mereka semua terhalang untuk mendapatkan tujuan tertinggi, mereka telah terikat dengan adat, sistem, keadaan, istilah-istilah tertentu yang menghalangi mereka dari ittiba' secara murni, maka mereka pun meninggalkannya. Kedudukan mereka paling jauh dari ittiba'. Engkau akan melihat sebagian di antara mereka beribadah kepada Allah dengan cara riyadhah, menyendiri dan mengosongkan hati. Orang ini menganggap bahwa menuntut ilmu akan memutus jalan beribadah. Apabila disampaikan kepadanya tentang mencintai karena Allah dan memusuhi karena Allah, memerintahkan berbuat kebaikan dan melarang berbuat kemunkaran, dia akan menganggap ini sebagai sesuatu yang jelek. Apabila ada di antara anggota mereka yang melakukannya, maka akan segera dikeluarkan dari kelompok mereka. Mereka adalah orang yang paling jauh dari Allah meskipun yang paling dianggap dekat.

Ini adalah pembahasan yang penting, yaitu masalah hendaknya seorang penuntut ilmu terbebas dari fanatisme kelompok dan golongan, yang akan mempersembahkan wala' dan bara' terhadapnya. Hal ini tanpa diragukan lagi adalah menyelisihi madzhab salaf, karena para ulama salaf yang shaleh tidak memiliki fanatisme golongan, semuanya hanya ada satu kelompok, yaitu yang disebut oleh Allah dalam firman-Nya, ".... Dia (Allah telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu ...." (Al-Hajj: 78). Tidak boleh ada fanatisme golongan, wala' dan bara' kecuali yang disebutkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah.

Sebagian orang ada yang fanatik pada kelompok tertentu, dia telah menetapkan manhaj kelompoknya, lalu mencari-cari dalil untuk mendukung pendapatnya, yang malahan dalil itu membantah pendapatnya sendiri, dia menyesatkan orang yang tidak masuk dalam kelompoknya, orang semacam ini membuat sebuah kaidah: "Barang siapa tidak masuk kelompoknya berarti musuhnya."

Pendapat ini sangat jelek, karena ada orang yang tidak masuk dalam kelompokmu namun dia juga bukan musuhmu, juga kalau ia adalah lawanmu dalam mencari kebenaran, maka sebenarnya dia adalah kawanmu, berdasarkan sabda Rasulullah saw., "Tolonglah saudaramu, baik dia menzalimi ataupun yang dizalimi." (HR Bukhari).

Tidak ada fanatisme golongan dalam Islam. Oleh karena itu, tatkala muncul kelompok dan golongan dalam tubuh umat Islam, maka umat pun berpecah-belah dan muncul berbagai macam cara dan sistem yang berbeda, yang akhirnya sebagian mereka menyesatkan sebagian yang lainnya dan memakan daging saudaranya.

Sebgai sebuah contoh saat ini ada sebagian pelajar yang berguru pada salah seorang syaikh, lalu orang ini membela gurunya, baik dia benar atau salah, adapun guru lainnya disesatkan dan dibid'ahkan. Dia berpendapat bahwa hanya gurunyalah yang berbuat kebaikan adapun yang lainnya mungkin orang bodoh atau orang yang suka berbuat kerusakan. Ini adalah sebuah kesalahan besar. Ambil kebenaran dari mana pun datangnya, dan apabila engkau tertarik pada salah seorang guru, maka belajarlah padanya, namun ini bukan berarti engkau membelanya, baik benar maupun salah, juga bukan berarti engkau menyesatkan dan melecehkan yang lain.

Hal-Hal yang Merusak Adab-Adab Ini

Wahai saudaraku ... semoga Allah menjaga kita semua dari kesalahan .... Apabila engkau membaca adab pelajar muslim ini dan engkau juga telah mengetahui sebagian dari perangai yang merusaknya, maka ketahuilah bahwa perkara yang paling merusak adab ini adalah:

  1. Menyebarkan rahasia.
  2. Menyitir ucapan suatu kaum, lalu disampaikan kepada kaum yang lain.
  3. Kasar dan berlebihan dalam ucapan maupun perbuatan.
  4. Banyak bersenda gurau.
  5. Ikut campur urusan orang lain.
  6. Dengki.
  7. Hasad (iri).
  8. Berburuk sangka.
  9. Duduk bersama ahli bid'ah.
  10. Berjalan menuju tempat yang haram.

Jauhilah semua perbuatan tercela ini dan perbuatan-perbuatan yang semisalnya, dan janganlah engkau melangkahkan kaki menuju ke tempat yang terlarang, jika engkau melanggar ini, maka berarti engkau orang yang lemah agama, tidak berbobot, tukang main-main, ahli ghibah (mengumpat) dan ahli namimah (adu domba), lalu bagaimana mungkin engkau bisa menjadi seorang pelajar yang handal yang mempunyai ilmu serta mampu mengamalkannya?

Semoga Allah meluruskan langkah-langkah kita, dan semoga Dia menganugerahkan semuanya dengan ketakwaan dan kebaikan dunia dan akhirat. Semoga shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada nabi kita, Muhammad saw., keluarga dan sahabat beliau.

Bakr bin 'Abdullah Abu Zaid
25/10/1408 H

Sumber: Diringkas dari Syarah Adab dan Manfaat Menuntut Ilmu, terj. Ahmad Sabiq, Lc, editor isi Abu 'Azzam (Pustaka Imam Asy-Syafi'i, 2005); judul asli: Syarah Hilyah Thaalibil 'Ilmi, Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin (Maktabah Nurul Huda, 2003).

Oleh: Abu Annisa

 

Click here to start typing your text



 
Make a Free Website with Yola.