|
Facebook menurut Islam :
Para ulama se-Jawa Timur belum lama ini dikabarkan
menyatakan menggunakan Facebook adalah haram. Namun setelah dikonformasi ulang
mereka membantah telah mengeluarkan fatwa haram atas penggunaan jejaring social
itu. Mengapa?
Alasan pengharaman Facebook adalah Kitab Bariqah Mahmudiyah halaman 7, Kitab
Ihya' Ulumudin halaman 99, Kitab Al-Fatawi Al-Fiqhiyyah Al-Kubra halaman 203,
serta sejumlah kitab dan tausyiyah dari ulama besar.
Tentu saja pernyataan ulama se-Jawa Timur yang tergabung dalam Forum Komunikasi
Pondok Pesantren Putri (FMP3) itu mengundang kontroversi dari banyak kalangan.
Pihak Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur sendiri membantah bahwa
pertemuan yang diadakan di tempat itu mengatakan pernyataan yang mengharamkan
Facebook. Wadah para ulama, MUI, pun menyatakan belum ada fatwa yang menyatakan
bahwa jejaring sosial itu haram.
Dikatakan oleh Ketua MUI, H. Amidhan, ulama-ulama dari Jawa Timur tersebut
tidak termasuk dalam wadah MUI Pusat. Sedang dalam masalah Facebook, H. Amidhan
menyatakan, haramnya konten dalam Facebook berbeda dengan haramnya babi.
Sementara Ketua MUI Kalimantan Selatan Prof H Asywadie Syukur Lc berhati-hati
dalam menyatakan keberadaan Facebook itu boleh atau tidak.
Apa yang sempat dinyatakan para ulama se-Jawa Timur itu tentu bukan
sembarangan, namun didasarkan pada pengalaman yang ada. Misalnya salah satu
ulama di Pondok Pesantren Lirboyo, yang memiliki Friendster pernah mendapat
kiriman gambar porno.
Sebagai jejaring sosial Facebook memang terbukti sebagai media komunikasi yang
efektif. Dengan media seperti itu selain facebooker mampu menambah teman dan
mengomunikasikan segala macam hal, ia juga mampu menemukan temannya kembali
yang sudah sekian puluhan tahun tidak pernah berjumpa. Dengan Facebook itulah
segala macam pesan dikemas dan disebarkan tanpa batas.
Keefektifan Facebook itulah yang juga digunakan Barack Obama untuk memenangi
pemilu si AS. Bahkan pria yang pernah sekolah di Menteng, Jakarta, Indonesia,
itu tidak hanya menggunakan Facebook untuk menjaring pendukungnya. Jejaring
sosial maya semacam Myspace, Linkedin, Youtube, Friendster, dan Twitter juga
digunakan.
Dengan menggunakan jejaring sosial itu, Obama secara tahap pertahap mampu
memenangi berbagai putaran pemilu. Pertama, saat konvensi Partai Demokrat,
senator dari Illinois itu mengalahkan Hillary Clinton. Kemudian pada saat
pemilu presiden, ia mampu menumbangkan John McCain dari Partai Republik.
Dengan menggunakan jejaring sosial itu, Obama melakukan gerakan sekali
merengkuh dayung, satu-dua pulau terlampau. Artinya, selain ia mampu
mengembangkan jaringan pendukungnya, dirinya juga mampu mengumpulkan dana dari
jejaring sosial itu. Meski disumbang US$ 5 per orang, namun jumlah yang
menyumbang sampai jutaan orang.
Sementara Hillary masih menggunakan pola-pola lama dalam berkampanye, termasuk
dalam mencari dana. Hillary lupa bahwa dirinya hidup di suatu negara di mana
tingkat penggunaan teknologi informasi demikian pesatnya. Diibaratkan dalam
sebuah situs, Hillary masih menggunakan AOL,Obama sudah memanfaatkan jejaring
sosial Facebook. Hillary masih PC, Obama sudah sebuah Mac.
Akibat keefektifan Facebook dalam menyampaikan pesan dan belajar dari kemenangan
Barack Obama dengan menggunakan Facebook membuat pemerintah Iran melarang
penggunaan Facebook menjelang pemilu. diberitakan pemerintah Negeri Mullah itu
memblokir Facebook. Tujuannya pemblokiran ini, menurut lawan-lawan politik,
agar Presiden Mahmoud Ahmadinejad bisa memenangi kembali pemilu yang akan
digelar 12 Juni 2009 ini.
Pemerintah negara itu melakukan pemblokiran sebab kaum oposisi dengan cermat
menggunakan Facebook untuk berkampanye. Tentu saja apa yang dilakukan itu
memancing kemarahan dari pihak oposisi. Salah satu mullah terkenal di negeri
itu yang sekaligus menjadi tim sukses Mehdi Karroubi, Mohammad Ali Abtahi,
menuturkan pemerintah ingin mencegah diskusi bebas soal pemilu.
Seperti bantahan yang dikeluarkan dari pimpinan Pondok Pesantren Lirboyo,
Ahmadinedjad pun juga membantah bahwa dirinya melarang penggunaan Facebook.
Menurut presiden yang pemberani itu dirinya percaya pada kebebasan berekspresi
secara maksimal di Iran. Untuk itu ia akan melakukan penyelidikan terhadap
kontroversi pemblokiran Facebook tersebut.
Dibanding dengan negara di kawasan Asia, Indonesia masih
kalah dalam hal penggunaan Facebook. Ini karena pengguna internet di negeri
kita juga memang jauh di bawah rata-rata negeri di kawasan ini. Perlukah kita
mengkhawatirkan dampak buruknya?
Data pada tahun 2002 menyebut pertumbuhan pengguna internet di Singapura
tercatat 115%, Malaysia 90%, Cina 1.600%, dan India (4.500%) tahun lalu.
Sementara berdasarkan data ITU, pada tahun 2006, pengguna internet
negara-negara ASEAN, rata-rata densitasnya, adalah sekitar 10,15 pengguna
internet per 100 penduduk. Dalam grafik terlihat Malaysia dan Singapura
memiliki densitas yang jauh di atas negara-negara ASEAN lainnya, dengan
densitas 43,77 dan 43,35 pengguna internet per 100 penduduknya.
Densitas pengguna internet di Indonesia sendiri masih di bawah rata-rata ASEAN.
Dengan angka densitas sebesar 7,18 pengguna internet (data 2005) per 100
penduduk, penetrasi internet di Indonesia berada pada urutan keenam dari
sepuluh negara anggota ASEAN, dan masih jauh berada di bawah Vietnam dengan
densitas 17,21 pengguna internet per 100 penduduknya.
Diakhir 2008, dari data di situs, pengguna internet di Indonesia diperkirakan
mencapai 30 juta pengguna. Tetapi angka itu masih relatif kecil karena baru 13%
penduduk Indonesia menikmati fasilitas internet, angka ini masih jauh dari
penetrasi netter dunia yang mencapai 23.5% atau 17.2% di Asia.
Persentase netter Indonesia (13%) masih kalah jauh dengan negara-negara
tetangga di Asia seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan China. Malaysia
62.8%, Filipina 14.6%, Thailand 20.5%, Vietnam 24.2%, China 22.4%, Korea
Selatan 76.1%, dan Jepang 73.1%.
Dengan demikian penggunaan Facebook di Indonesia masih belum memasyarakat
betul. Disimpulkan penggunaan Facebook di Indonesia baru dinikmati 10% dari
total jumlah penduduk Indonesia. Sehingga komunikasi lewat Facebook di
Indonesia baru sebatas kalangan tertentu dan otomatis dampak negatifnya juga
sebatas komunitas itu.
Meski demikian apa yang dikhawatirkan para ulama itu perlu ditanggapi secara
positif sebab kandidat doktor dari Ohio State University, Aryn Karpinski,
bersama co-authornya, Adam Duberstein dari Ohio Dominican University merilis
hasil surveinya menunjukkan, bahwa mahasiswa yang sering menggunakan
online-social-network memiliki indeks prestasi belajar lebih rendah daripada
mahasiswa yang tidak menggunakan online-social-network. Survei dilakukan pada
219 mahasiswa dan lulusan yang secara signifikan memiliki perbedaan hasil
belajarnya, antara pengguna Facebook vs non-pengguna.
Survei dampak negatif dari Facebook juga pernah dilakukan oleh neurosains dari
Oxford University, Susan Greenfield. Survei menyatakan bahwa social-network
seperti Facebook dan Bebo mudah membuat penggunanya kekanak-kanakan hingga
berperilaku seperti anak kecil.
Neurosains dari UCLA, Gary Small, malah memberikan peringatan tentang
menurunnya kemampuan para pengguna social-network dan teknologi modern terhadap
perhatiannya pada ekspresi dan isyarat emosional seseorang secara sosial di
kehidupan nyata, akibat kurangnya bertatap muka atau bersosialisasi secara
langsung.
Berdasarkan pengalaman penulis, yang juga facebooker, terlihat dalam
dinding-dinding Facebook, para facebooker sering mengeluh dan saling
mengingatkan di antara mereka bahwa jaringan itu bisa membuat menunda-nunda
pekerjaan rutin mereka. Nah, dari sinilah survei dan pengalaman ini bisa
menyimpulkan bahwa apa yang dikatakan ulama Jawa Timur itu benar.
Meski demikian salah seorang pimpinan MUI memberi respon apa yang dikatakan
para ulama Jawa Timur itu kurang pas sebab Facebook juga bisa sebagai sarana
untuk melakukan silahturahmi. H Amidhan juga mengatakan, yang diharamkan dari
Facebook itu adalah konten yang bermuatan gosip, mengumbar keburukan privasi
orang, dan pornografi.
Sedang Asywadie Syukur semua tergantung atau bermula dari niat orang itu. Ia
mencontohkan, pemanfaatan Facebook dalam rangka berkomunikasi guna menggali
atau tukar ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi kemaslahatan umat, itu tidak
haram.
Akan tetapi bila pemanfaatannya untuk berkomunikasi dalam hal-hal yang
terlarang, baik secara hukum positif di Indonesia, maupun menurut norma-norma
Islam, maka penggunaan sarana tersebut bisa dikategorikan haram.
Dari semua itu penulis berani menyimpulkan penggunaan Facebook hukumnya bisa
haram (bila sifatnya merusak diri sendiri, orang lain, dan masyarakat), halal
dan wajib (bila digunakan untuk berdakwah, menyampaikan kebaikan), serta bisa
berhukum makruh dan mubah.
PANGKAL PINANG, KOMPAS.com —
Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr Abdul
Halim MA, menyatakan, menggunakan situs facebook tidak dilarang dalam Islam
karena untuk kemajuan kemaslahatan.
"Situs facebook itu halal dan pelarangan menggunakan situs persahabatan
itu bertentangan dengan hukum Islam, karena manusia diberi kreativitas oleh
Allah SWT untuk bisa memanfaatkan alam dan alat untuk kemajuan
kemaslahatan," ujarnya di Pangkal Pinang, Bangka Belitung (Babel).
Ia menjelaskan, teknologi adalah sunatullah dan tidak ada yang bisa
menghambatnya karena dia akan berjalan terus. Yang menjadi persoalan, menurut
dia, bukan alat layanan atau facebook, tetapi orang yang memakai alat tersebut.
"Tidak ada larangan memakai facebook karena itu dihalalkan dan pelarangan
atau pengharaman terhadap facebook dalam artian alat adalah bertentangan dengan
ajaran Islam," kata kandidat Ketua STAIN Syeh Abdurrahman Siddik Babel
itu.
Ia mengatakan, ada sejumlah prinsip dalam agama yaitu harus bisa menjaga akal,
tidak merusak agama, tidak merusak harta, dan tidak merusak keturunan.
"Jadi, semua untuk kemaslahatan dibolehkan dalam Islam, termasuk
penggunaan situs facebook. Yang tidak boleh adalah orang memanfaatkan alat itu
untuk ke arah yang tidak baik," ujarnya.
Ia menyatakan tidak setuju ada ulama melarang menggunakan situs facebook karena
lebih besar manfaatnya ketimbang mudharatnya dan dalam agama mengajarkan segala
sesuatu itu adalah boleh, kecuali ada dalil yang secara nyata mengharamkannya.
"Pelarangan menggunakan situs facebook sebenarnya juga bertentangan dengan
sejarah Isra Miraj Nabi Muhammad SAW yang mengajarkan bagaimana memanfaatkan
teknologi," ujarnya.
Menurut dia, dampak negatif dari penggunaan situs facebook tidak mesti menjadi
alasan untuk melarang situs itu dan menjadi tugas para ulama dan pemerintah
mengarahkan alat itu menjadi sesuatu yang produktif.
"Facebook adalah teknologi yang tidak bisa dihambat perkembangannya dan
tidak melanggar syariat Islam. Facebook juga bisa menjadi media dakwah.
Facebook itu harus dimanfaatkan ke arah yang positif sehingga facebook bisa
menjadi dunia nyata yang mendatangkan banyak manfaat," ujarnya.
PERANAN PEMUDA DLM ISLAM
Hudzaifah.org - �Gunakanlah lima kesempatan
sebelum datangnya yang lima (uzur), yakni masa mudamu sebelum datang tuamu,
masa sehatmu sebelum datang sakitmu, masa kayamu sebelum datang miskinmu, masa
hidupmu sebelum datang matimu, waktu luangmu sebelum datang kesibukanmu.� (Hadist dari Ibnu Abbas RA
Riwayat Al Hakim).
Kecenderungan hidup santai adalah satu bentuk aktivitas pemuda, oleh karena
itu, Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata : Rasulullah saw bersabda : �Ada dua nikmat di mana
manusia banyak tertipu karenanya, yaitu kesehatan dan kesempatan.� (HR. Bukhari).
Pemuda dengan tenaga yang masih segar ditambah semangat yang menyala adalah
beruntung jika potensinya itu digunakan untuk mengabdi kapada Allah SWT : �� Jika kamu menolong (agama)
Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.� (QS. Muhammad : 7)
�Tujuh orang yang akan
dilindungi Allah dalam lindungan-Nya pada hari yang tidak ada perlindungan
selain perlindungannya �
(satu di antaranya ialah) pemuda yang sejak kecil selalu beribadah kepada
Allah.� (HR. Syaikhani)
Dalam usia yang sangat muda, gemblengan Rasulullah saw telah mampu memberikan
kontribusi yang luar biasa terhadap Islam ; Umar bin Khattab 27 tahun, Zaid bin
Haritsah 20 tahun, Sa�ad
bin Abi Waqash 17 tahun, bahkan Ali Bin Abi Thalib 8 tahun. �Kamu adalah umat yang
terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma�ruf dan mencegah dari yang
munkar dan beriman kepada Allah ��
(QS. Ali Imran : 110)
Sabda Rasulullah : �Perjuangan
Aku didukung oleh pemuda, oleh sebab itu wasiat yang baik untuk mereka.�
PERAN PEMUDA ISLAM
Menurut Hasan Al-Banna, perbaikan suatu umat tidak akan terwujud kecuali dengan
perbaikan individu, yang dalam hal ini adalah pemuda. Perbaikan individu
(pemuda) tidak akan sukses kecuali dengan perbaikan jiwa. Perbaikan jiwa tidak
akan berhasil kecuali dengan pendidikan dan pembinaan. Yang dimaksud dengan
pembinaan adalah membangun dan mengisi akal dengan ilmu yang berguna,
mengarahkan hati lewat do�a,
serta memompa dan menggiatkan jiwa lewat instropeksi diri.
Dr. Syakir Ali Salim AD berpendapat, pemuda Islam merupakan tumpuan umat,
penerus dan penyempurna misi risalah Ilahiah. Perbaikan pemuda berarti adalah
perbaikan umat. Oleh karena itu, eksistensinya sangat menentukan di dalam
masyarakat.
Beberapa ulama menggolongkan peranan pemuda Islam seperti di bawah ini :
1. Pemuda sebagai Generasi Penerus
�Dan orang-orang yang
beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami
hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun
pahala amal mereka.�
(QS. Ath-Thur : 21)
2. Pemuda sebagai Generasi Pengganti
�Hai orang-orang yang
beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak
Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun
mencintainya �
(QS. Al-Maidah : 54)
3. Pemuda Sebagai Generasi Pembaharu (Reformer)
�Ingatlah ketika ia
(Ibrahim-pen) berkata kepada bapaknya : �wahai
bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan
tidak dapat menolong sedikitpun�.� (QS. Maryam : 42)
Perbedaan jarak dan waktu bukan alasan bagi kita untuk menjadi generasi yang
lemah. Contoh saja Yahya Ayyash, Imad Aqil, Izzudin Al Qasam, dan pemuda-pemuda
Palestina lainnya, berkat ketangguhan, kesungguhan dan kedekatannya dengan
Allah menjadikan mereka seorang mujahid muda Begitu juga dengan pemuda lainnya
di berbagai tempat dan zaman.[]
slam memandang posisi pemuda di masyarakat bukan menjadi kelompok pengekor yang
sekedar berfoya-foya, membuang-buang waktu dengan aktifitas-aktivitas yang
bersifat hura-hura dan tidak ada manfaatnya. Melainkan Islam menaruh harapan
yang besar kepada para pemuda untuk menjadi pelopor dan motor penggerak dakwah
Islam. Pemuda adalah kelompok masyarakat yang memiliki berbagai kelebihan
dibandingkan dengan kelompok masyarakat lainnya, diantaranya adalah bahwa
mereka relatif masih bersih dari pencemaran (baik aqidah maupun pemikiran),
mereka memiliki semangat yang kuat dan kemampuan mobilitas yang tinggi.
Para musuh Islam sangat menyadari akan hal tersebut, sehingga mereka
berusaha sekuat tenaga untuk mematikan potensi yang besar tersebut dari awalnya
dan menghancurkan para pemuda dengan berbagai kegiatan yang laghwun (bersifat
santai dan melalaikan), dan bahkan destruktif.
Pemuda yang baik oleh karenanya adalah pemuda yang memiliki karakteristik
sebagai berikut:
1. Mereka beramal/bekerja dengan didasari dengan keimanan/aqidah yang benar
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada
Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: ‘Sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang menyerah diri?’” (QS Haa Miim [41]: 33)
2. Mereka selalu bekerja membangun masyarakat
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan
baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik
perbuatannya.” (QS Al Kahfi [18]: 7)
3. Dan mereka memahami bahwa orang yang baik adalah orang yang paling
bermanfaat untuk ummat dan masyarakatnya
“Dan Katakanlah: ‘Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta
orang-orang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan
kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu
diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.’” (QS At Taubah [9]:
105).
(bersambung, insya Allah…)
TRADITIONAL ISLAM as understood by the
vast majority of ulama' of the Ahli Sunnah wal Jamaah
|
|
TEORITIS
PERAN ISLAM DALAM PERKEMBANGAN IPTEK
|
|
|
|
Jumat, 19 Juni 2009
|
M Redha Helmi
Sekretaris Umum KAMMI Daerah Kepulauan Riau/ Aktivis LDK STAI-MU
Tanjungpinang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (iptek) di satu sisi memang berdampak positif, yakni dapat
memperbaiki kualitas hidup manusia. Berbagai sarana modern industri,
komunikasi, dan transportasi, misalnya, terbukti bermanfaat. Dengan
ditemukannya mesin jahit, dalam 1 menit bisa dilakukan sekitar 7000 tusukan
jarum jahit.
Bandingkan kalau kita menjahit dengan tangan, hanya 23 tusukan per menit
(Qardhawi, 1997), dunia hanya perlu waktu beberapa menit saja untuk
mengetahui kabar pendaratan Neil Amstrong di bulan (Winarno), orang naik haji
dengan kapal laut bisa memakan waktu 17-20 hari untuk sampai Jeddah. Sekarang
dengan naik pesawat terbang, kita hanya perlu 12 jam. Subhanallah…
Tapi di sisi lain, tak jarang iptek berdampak negatif karena merugikan
membahayakan kehidupan dan martabat manusia. Bom atom telah menewaskan ratusan
ribu manusia di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Elizabetta, seorang
bayi Italia, lahir dari rahim bibinya setelah dua tahun ibunya (bernama
Luigi) meninggal. Ovum dan sperma orang tuanya yang asli, ternyata disimpan
di “bank” dan kemudian baru dititipkan pada bibinya, Elenna adik (Kompas,
16/01/1995).
Bayi tabung di Barat bisa berjalan walau pun asal sperma dan ovumnya bukan
dari suami isteri (Hadipermono, 1995). dapat digunakan untuk mengubah
mikroorganisme yang sudah berbahaya, menjadi lebih berbahaya, misalnya
mengubah sifat genetik virus influenza hingga mampu membunuh manusia dalam
beberapa menit saja (Bakry, 1996). Beberapa varian tanaman pangan hasil
rekayasa genetika juga diindikasikan berbahaya bagi kesehatan manusia. tidak
sedikit yang memanfaatkan teknologi internet sebagai sarana untuk kejahatan
dunia maya (cyber crime) dan untuk mengakses pornografi, kekerasan,
perjudian.
Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk
dilihat kembali. Dapatkah agama memberi tuntunan agar kita memperoleh dampak
iptek yang positif saja, seraya mengeliminasi dampak negatifnya semiminal
mungkin. Sejauh manakah agama Islam dapat berperan dalam mengendalikan
perkembangan teknologi modern. Tulisan ini bertujuan menjelaskan peran dalam
perkembangan dan pemanfaatan teknologi tersebut.
Paradigma Hubungan
Agama-Iptek
Bagaimana hubungan agama dan iptek. Secara garis besar, berdasarkan tinjauan
ideologi yang mendasari hubungan keduanya, terdapat 3 (tiga) jenis paradigma
(Lihat Yahya Farghal, 1990: 99-119):
Pertama, paradagima sekuler, yaitu paradigma yang memandang iptek adalah
terpisah satu sama lain. Sebab, dalam ideologi sekularisme barat, agama telah
dipisahkan dari kehidupan (fashl al-din ‘an al) tidak dinafikan
eksistensinya, tapi hanya dibatasi perannya dalam pribadi manusia dengan
tuhannya. Agama tidak mengatur umum/publik.
Paradigma ini memandang agama dan iptek mencampuri dan mengintervensi yang
lainnya. Agama dan iptek sama terpisah baik secara ontologis (berkaitan dengan
pengertian atau hakikat sesuatu hal), epistemologis (berkaitan dengan cara
memperoleh dan aksiologis (berkaitan dengan cara menerapkan pengetahuan).
Paradigma ini mencapai kematangan pada akhir abad XIX di Barat sebagai jalan
keluar dari kontradiksi ajaran Kristen (khususnya teks Bible) dengan penemuan
ilmu pengetahuan modern.
Kedua, paradigma sosialis, yaitu paradigma dari ideologi sosialisme menafikan
eksistensi agama sama sekali. Agama itu tidak ada, hubungan dan kaitan apa
pun dengan iptek. Iptek bisa berjalan secara independen dan lepas secara
total dari agama. Paradigma ini mirip dengan paradigma sekuler di atas, tapi
lebih ekstrem.
Dalam paradigma sekuler, agama berfungsi secara sekularistik, yaitu tidak
dinafikan keberadaannya, hanya dibatasi perannya dalam hubungan vertikal
manusia dalam paradigma sosialis, agama dipandang secara ateistik, yaitu
dianggap tidak ada (in-exist) dan dibuang sama sekali dari kehidupan.
Paradigma tersebut didasarkan pada pikiran Karl Marx (w. 1883) yang memandang
agama (Kristen) sebagai candu masyarakat, karena agama menurutnya membuat
orang terbius dan lupa akan penindasan kapitalisme yang kejam.
Karl Marx mengatakan:“Religion is
the sigh of the oppressed creature, the heart of the heartless just as it is
the spirit of a spiritless situation. It is the opium of the people.
(Agama adalah keluh-kesah makhluk tertindas, jiwa dari suatu dunia yang
berjiwa, sebagaimana ia merupakan ruh/spirit dari situasi yang ruh/spirit.
Agama adalah candu bagi rakyat).
Ketiga, paradigma Islam, yaitu paradigma yang memandang bahwa agama adalah
dasar dan pengatur kehidupan. Aqidah Islam menjadi basis dari segala ilmu
pengetahuan. Aqidah Islam –yang terwujud dalam apa dalam Alquran dan
al-Hadits-- menjadi qa’idah fikriyah (pemikiran), yaitu suatu asas yang di
atasnya dibangun seluruh bangunan pemikiran dan ilmu pengetahuan manusia
(An-Nabhani, 2001).
Paradigma ini memerintahkan manusia untuk membangun segala pemikirannya
berdasarkan Aqidah Islam, bukan lepas dari aqidah itu. Ini kita pahami dari
ayat yang pertama kali turun (artinya) : ”Bacalah dengan (menyebut) nama
Tuhanmu Yang menciptakan. [96]: 1).
Ayat ini berarti manusia telah diperintahkan untuk membaca memperoleh
berbagai pemikiran dan pemahaman. Tetapi segala pemikirannya itu tidak boleh
lepas dari Aqidah Islam, karena iqra` haruslah dengan rabbika, yaitu tetap
berdasarkan iman kepada Allah, yang merupakan Aqidah Islam (Al-Qashash, 1995:
81). paradigma yang dibawa Rasulullah Saw (w. 632 M) yang meletakkan aqidah
Islam yang berasas Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah sebagai asas ilmu
pengetahuan.
Beliau mengajak memeluk aqidah Islam lebih lalu setelah itu menjadikan aqidah
tersebut sebagai pondasi dan standar berbagai pengetahun. Ini dapat
ditunjukkan misalnya dari suatu peristiwa ketika di masa Rasulullah Saw
terjadi gerhana matahari, yang bertepatan dengan wafatnya putra beliau
(Ibrahim). Orang-orang berkata, matahari ini terjadi karena meninggalnya
Ibrahim.” Maka Rasulullah segera menjelaskan: “Sesungguhnya gerhana matahari
dan bulan tidak terjadi karena kematian kelahiran seseorang, akan tetapi
keduanya termasuk tanda-tanda kekuasaan Allah. Dengannya Allah memperingatkan
hamba-hamba-Nya Bukhari dan an-Nasa`i] (Al-Baghdadi, 1996: 10).
Dengan jelas kita tahu bahwa Rasulullah Saw telah meletakkan aqidah sebagai
dasar ilmu pengetahuan, sebab beliau menjelaskan, bahwa fenomena alam adalah
tanda keberadaan dan kekuasaan Allah, tidak ada hubungannya dengan nasib
seseorang. ***
Hal ini sesuai dengan aqidah muslim yang tertera dalam Alquran:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam
dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang berakal.” (Qs.
Ali ‘Imran [3]: 190).
Inilah paradigma Islam yang menjadikan Aqidah Islam sebagai dasar segala
pengetahuan seorang muslim. Paradigma inilah yang telah mencetak
muslim-muslim yang taat dan shaleh tapi sekaligus cerdas dalam iptek. Itulah
hasil prestasi cemerlang dari paradigma Islam ini yang dapat dilihat kejayaan
iptek Dunia Islam antara tahun 700 – 1400 M.
Pada masa dikenal nama Jabir bin
Hayyan (w. 721) sebagai ahli kimia termasyhur, Khawarzmi (w. 780) sebagai
ahli matematika dan astronomi, Al (858) sebagai ahli astronomi dan
matematika, Al-Razi (w. 884) sebagai kedokteran, ophtalmologi, dan kimia,
Tsabit bin Qurrah (w. 908) sebagai kedokteran dan teknik, dan masih banyak
lagi ,(Tentang kejayaan iptek Dunia Islam lihat misalnya M. Natsir Arsyad,
1992; Hossein Bahreisj, 1995; Ahmed dkk, 1999; Eugene A. Myers 2003; A.
Zahoor, 2003; Gunadi dan Shoelhi, 2003).
Aqidah Islam Sebagai Dasar Iptek
Inilah peran pertama yang dimainkan Islam dalam iptek, yaitu aqidah harus
dijadikan basis segala konsep dan aplikasi iptek. Inilah paradigma
sebagaimana yang telah dibawa oleh Rasulullah Saw. Paradigma Islam inilah
yang seharusnya diadopsi oleh kaum muslimin saat ini, bukan paradigma sekuler
seperti yang ada sekarang. Diakui atau tidak, umat Islam telah telah
terjerumus dalam sikap membebek dan mengekor dalam segala-galanya; dalam
pandangan hidup, gaya hidup, termasuk dalam konsep ilmu pengetahuan.
Bercokolnya paradigma sekuler inilah yang menjelaskan, mengapa di dalam
sistem pendidikan yang diikuti diajarkan sistem ekonomi kapitalis yang
pragmatis serta tidak kenal haram. Eksistensi paradigma sekuler itu
menjelaskan pula mengapa diajarkan konsep pengetahuan yang bertentangan
dengan keyakinan keimanan muslim.
Jadi, yang dimaksud menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan bukanlah bahwa
konsep iptek wajib bersumber kepada Alquran dan al- Hadits, tapi yang
dimaksud, bahwa iptek wajib berstandar pada Alquran dan al-Hadits.
Ringkasnya, Alquran dan al-Hadits adalah standar (dan bukannya sumber
(mashdar) iptek.
Artinya, apa pun konsep iptek dikembangkan, harus sesuai dengan Alquran dan
al-Hadits, dan tidak bertentangan dengan Alquran dan al-Hadits itu. Jika
suatu konsep bertentangan dengan Alquran dan al-Hadits, maka konsep itu
ditolak. Misalnya saja teori Darwin yang menyatakan bahwa manusia adalah
hasil evolusi dari organisme sederhana yang selama jutaan tahun berevolusi
melalui seleksi alam menjadi organisme yang lebih kompleks hingga menjadi
manusia modern sekarang. Berarti, manusia sekarang bukan manusia pertama,
Nabi Adam AS, tapi hasil dari evolusi organisme sederhana. Ini bertentangan
dengan firman Allah SWT yang menegaskan, Adam adalah manusia pertama, dan
bahwa seluruh manusia sekarang adalah keturunan Adam AS itu, bukan keturunan
makhluk lainnya sebagaimana fantasi Teori Darwin (Zallum, 2001).
Firman Allah SWT:“(Dialah Tuhan) yang memulai penciptaan manusia dari
tanah, kemudian menciptakan keturunannya dari sari pati air yang hina
(mani).”
[32]: 7).
Implikasi lain dari prinsip ini, yaitu Alquran dan al-Hadits hanyalah standar
iptek, dan bukan sumber iptek, adalah bahwa umat Islam boleh mengambil iptek
dari sumber kaum non muslim (orang kafir). Dulu Nabi Saw penggalian parit di
sekeliling Madinah, padahal strategi militer itu berasal tradisi kaum Persia
yang beragama Majusi .
Syariah Islam Standar Pemanfaatan Iptek
Peran kedua Islam dalam perkembangan iptek, adalah bahwa Syariah harus
dijadikan standar pemanfaatan iptek. Ketentuan halal hukum syariah Islam
wajib dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan bagaimana pun juga bentuknya.
Iptek yang boleh dimanfaatkan, adalah telah dihalalkan oleh syariah Islam.
Sedangkan iptek yang dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan syariah
Islam. Keharusan tolok ukur syariah ini didasarkan pada banyak ayat dan juga
hadits yang mewajibkan umat Islam menyesuaikan perbuatannya (termasuk
menggunakan iptek) dengan ketentuan hukum Allah dan Rasul firman Allah:
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka
perselisihkan…” (Qs. an-Nisaa` [4]: 65).
Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa peran Islam yang utama dalam
perkembangan iptek setidaknya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan Islam sebagai
paradigma pemikiran dan ilmu pengetahuan. Jadi, paradigm Islam, dan bukannya
paradigma sekuler, yang seharusnya diambil oleh Islam dalam membangun
struktur ilmu pengetahuan. Kedua syariah Islam sebagai standar penggunaan
iptek. Jadi, syariah Islam bukannya standar manfaat (utilitarianisme), yang
seharusnya dijadikan ukur umat Islam dalam mengaplikasikan iptek. Jika dua
peran ini dapat dimainkan oleh umat Islam dengan baik, Insyaallah akan ada
berbagai berkah dari Allah kepada umat Islam dan juga seluruh umat manusia.
Mari kita simak firman-Nya:
“Kalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya.” (Qs. al-A’raaf [7]: 96).
Wallahu a’lam. ***
|
Kaum muslimin rahimakumullah!Marilah kita tingkatkan
ketakwaan kita kepada Allah SWT dan selalu bersyukur kepada Allah yg telah
mengaruniai agama Islam sebagai pedoman hidup yg lurus lengkap dan sempurna
sebagaimana ditegaskan dalam Alquran surat Al-Maidah ayat tiga yg artinya “Pada
hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu dan telah Aku cukupkan kepadamu
ni’mat-Ku dan telah Aku ridhai Islam menjadi agamamu.” Kaum muslimin yg
berbahagia!Salah satu keagungan ni’mat yg dikaruniakan Allah bagi umat Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah ni’mat ilmu pengetahuan dan
teknologi. Kemajuan sains dan teknologi telah memberikan kemudahan-kemudahan
dan kesejahteraan bagi kehidupan manusia sekaligus merupakan sarana bagi
kesempurnaan manusia sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya krn Allah telah
mengaruniakan anugerah keni’matan kepada manusia yg bersifat saling melengkapi
yaitu anugerah agama dan keni’matan sains teknologi. Ilmu pengetahuan dan
teknologi merupakan dua sosok yg tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Ilmu
adl sumber teknologi yg mampu memberikan kemungkinan munculnya berbagai
penemuan rekayasa dan ide-ide. Adapun teknoogi adl terapan atau aplikasi dari
ilmu yg dapat ditunjukkan dalam hasil nyata yg lbh canggih dan dapat mendorong
manusia utk berkembang lbh maju lagi. Sebagai umat Islam kita harus menyadari bahwa
dasar-dasar filosofis utk mengembangkan ilmu dan teknologi itu bisa dikaji dan
digali dalam Alquran sebab kitab suci ini banyak mengupas keterangan-keterangan
mengenai ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai contoh adl firman Allah SWT
dalam surat Al-Anbiya ayat 80 yg artinya “Telah kami ajarkan kepada Daud
membuat baju besi utk kamu guna memelihara diri dalam peperanganmu.” Dari
keterangan itu jelas sekali bahwa manusia dituntut utk berbuat sesuatu dgn
sarana teknologi. Sehingga tidak mengherankan jika abad ke-7 M telah banyak
lahir pemikir Islam yg tangguh produktif dan inofatif dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Kepeloporan dan keunggulan umat Islam dalam bidang
ilmu pengetahuan sudah dimulai pada abad itu. Tetapi sangat disayangkan bahwa
kemajuan-kemajuan itu tidak sempat ditindaklanjuti dgn sebaik-baiknya sehingga
tanpa sadar umat Islam akhirnya melepaskan kepeloporannya. Lalu bangsa Barat
dgn mudah mengambil dan menransfer ilmu dan teknologi yg dimiliki dunia Islam
dan dgn mudah pula mereka membuat licik yaitu membelenggu para pemikir Islam
sehinggu sampai saat ini bangsa Baratlah yg menjadi pelopor dan pengendali ilmu
pengetahuan dan teknologi. Kaum muslimin rahimakumullah!Begitulah menurut
catatan sejarah bangsa Barat berhasil mengambil khazanah ilmu pengetahuan yg
telah dikembangkan lbh dahulu oleh kaum muslimin kemudian mereka
mengembangkannya di atas paham materialisme tanpa mengindahkan lagi nilai-nilai
Islam sehingga terjadilah perubahan total sampai akhirnya terlepas dari sendi-sendi
kebenaran. Para ilmuwan Barat dari abad ke abad kian mendewa-dewakan
rasionalitas bahkan telah menuhankan ilmu dan teknologi sebagai kekuatan
hidupnya. Mereka menyangka bahwa dgn iptek mereka pasti bisa mencapai apa saja
yg ada di bumi ini dan merasa dirinya kuasa pula menundukkan langit bahkan
mengira akan dapat menundukkan segala yg ada di bumi dn langit. Sehingga
tokoh-tokoh mereka merasa mempunyai hak utk memaksakan ilmu pengetahuan dan
teknologinya itu kepada semua yg ada di bumi agar mereka bisa mendikte dan
memberi keutusan terhadap segala permasalahan di dunia. Sebenarnya masyarakat
Barat itu patut dikasihani krn akibat kesombongannya itu mereka lupa bahwa
manusia betapapun tingg kepandaiannya hanya bisa mengetahui kulit luar atau
hal-hal yg lahiriah saja dari kehidupan semesta alam. Manusia hanya diberi ilmu
pengetahuan yg sedikit dari kemahaluasan ilmu Allah. Di atas orang pintar ada
lagi yg lbh pintar dan sungguh Allah SWT benci kepada orang yg hanya tahu
tentang dunia tetapi bodoh tentang kebenaran yg ada di dalamnya. Allah SWT
berfirman yg artinya “Celakalah bagi orang-orang kafir dgn siksa yg pedih.
Mereka lbh menyukai kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat dan menghalangi
manusia dari jalan Allah serta menginginkan agar jalan itu bengkok. Mereka
berada dalam kesesatan yg nyata.” . Kaum muslimin rahimakumullah!Peradaban
modern adl hasil kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yg gemilang yg telah
dicapai oleh manusia setelah diadakan penelitian yg tekun dan eksperimen yg
mahal yg telah dilakukan selama berabad-abad. Maka sudah sepantasnya kalau
kemudian manusia menggunakan penemuan-penemuannya itu guna meningkatkan taraf
hidupnya. Kemajuan teknologi secara umum telah banyak dini’mati oleh masyarakat
luas dgn cara yg belum pernah dirasakan bahkan oleh para raja dahulu kala.
Makanan lbh ni’mat dan beraneka ragam pakaian terbuat dari bahan yg jauh lbh
baik dan halus sarana-sarana transportasi dan komunikasi yg kecepatannya amat
mengagumkan gedung dan rumah tempat tinggal dibangun dengn megah dan mewah.
Tampaknya manusia di masa depan akan mencapai taraf kemakmuran yg lbh tinggi
dan memperoleh kemudahan-kemudahan yg lbh banyak lagi. Walaupun demikian kita
juga menyaksikan betapa batin manusia zaman sekarang selalu mengerang krn sirat
kerakusan manusia semakin merajalela dan perasaan saling iri di antara
perorangan atau kelompok telah menyalakan api kebencian di mana-mana. Kata
orang bijak di dunia sekarang ini nafsu manusia lbh besar daripada akal
sahabatnya. Kebanyakan manusia di dunia kini hanya mengingat kesenangan
hidupnya lupa kepada Tuhannya. Ia mengira bahwa dunia ini adl segalanya tak ada
kelanjutannya dan tak ada kehidupan kecuali di dunia saja. Benar bahwa agama
Islam tidak menghambat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi juga tidak anti
terhadap barang-barang produk teknologi baik di zaman lampau di masa sekarang
maupun di waktu-waktu yg kan datang. Demikian pula ajaran Islam ia tidak akan
bertentangan dgn teori-teori pemikiran modern yg teraturdan lurus dan
analisa-analisa yg teliti dan obyekitf. Dalam pandangan Islam menurut hukum
asalnya segala sesuatu itu adl mubah termasuk segala apa yg disajikan oleh
berbagai peradaban baik yg lama ataupun yg baru. Semua itu sebagaimana
diajarkan oleh Islam tidak ada yg hukumnya haram kecuali jika terdapat nash
atau dalil yg tegas dan pasti mengherankannya. Bukanlah Alquran sendiri telah
menegaskan bahwa agama Islam bukanlah agma yg sempit? Allah SWT telah berfirman
yg artinya “Di sekali-kali tidak menjadikan kamu dalam agama suatu
kesempitan.” . Adapun peradaban modern yg begitu luas memasyarakatkan
produk-produk teknologi canggih seperti televisi vidio alat-alat komunikasi dan
barang-barang mewah lainnya serta menawarkan aneka jenis hiburan bagi tiap
orang tua muda atau anak-anak yg tentunya alat-alat itu tidak bertanggung jawab
atas apa yg diakibatkannya. Tetapi di atas pundak manusianyalah terletak semua
tanggung jawab itu. Sebab adanya pelbagai media informasidn alat-alat canggih
yg dimiliki dunia saat ini dapat berbuat apa saja kiranya faktor manusianyalah
yg menentukan opersionalnya. Adakalanya menjadi manfaat yaitu manakala manusia
menggunakan dgn baik dan tepat. Tetapi dapat pula mendatangkan dosa dan
malapetaka manakala manusia menggunakannya utk mengumbar hawa nafsu dan
kesenangan semata. Kaum muslimin rahimakumullah!Memang dalam abad teknologi dan
era globalisasi ini umat Islam hendaklah emlakukan langkah-langkah strategis
dgn meningkatkan pembinaan sumber daya manusia guna mewujudkan kualitas iman dn
takwa serta tidk ketinggalan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun
seiring dgn upaya meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi kita pun harus
jeli menentukan pilihan ini. Untuk apakah semua kemajuan itu? Apakah sekadar
utk menuruti keinginan-keinginan syahwat lalu tenggelam dalam kemewahan dunia
hingga melupakan akhirat dan menjadi pengikut-pengikut setan? Ataukah
sebaliknya semua ilmu dan kemajuan itu dicari utk menegakkan syariat Allah guna
memakmurkan bumi dan menegakkan keadilan seperti yg dikehendaki Allah serta utk
meluruskan kehidupan dgn berlandaskan pada kaidah noral Islam? Itulah
pertanyaan dan tantangn bagi kita yg haurs kita jawab dgn pemikiran yg
berwawasan jauh ke depan. Namun terlepas dari problema dan
kekhawatiran-kekhawatiran sebagaimana diuraikan di atas kita sebagai umat Islam
harus selalu optimis dan tetap bersyukur kepada Allah SWT. Karena sungguhpun
perubahan sosial dan tta nilai kehidupan yg dibawa oleh arus modernisasi
westernisasi dan sekularisasi terus-menerus menimpa dan menyerang masyarakat
Islam tetapi kesadaran umat Islam utk membendung dampak-dampak negatif dari
budaya Barat itu ternyata masih cukup tinggi meskipun hanya segolongan kecil
umat yaitu mereka yg tetap teguh utk menegakkan nilai-nilai Islam. Akhirnya
semoga dakwah yg singkat ini bermanfaat amin. Sumber Diadaptasi dari Khutbah
Cendekiawan Menjembatani Kesenjangan Intelektualitas Umat Drs. Achmad
Suyuti Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
Al-Arham Edisi 1 (A): Kewajiban
Menuntut Ilmu
|
“Apakah sama
orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang
yang tidak mengetahui? Sebenarnya hanya orang
yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran”. (QS. 39: 9)
Dalam bahasa Arab al-Ilmu
merupakan lawan kata al-Jahlu (tidak tahu/bodoh).
Al-Ilmu dapat diartikan juga sebagai mengenal sesuatu
dalam keadaan aslinya dengan pasti. Sedang menurut istilah, Ilmu yang
dimaksudkan adalah ilmu syar‘i, yaitu ilmu tentang
penjelasan-penjelasan dan petunjuk yang Allah swt.
turunkan kepada Rasul-Nya, baik yang termaktub dalam Alquran
maupun As-Sunnah.
Ilmu yang seringkali disebut dalam
Alquran dan As-Sunnah, dan memperoleh pujian adalah ilmu wahyu/ilmu agama.
Namun sebenarnya ilmu agama sendiripun sangat luas. Ilmu bermanfaat apabila
dapat menambah ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, serta bermanfaat bagi
alam semesta.
Hukum dan Kewajiban Menuntut Ilmu
Menuntut ilmu atau Thalabul
’Ilmi pada dasarnya adalah kewajiban setiap
manusia. Kewajiban ini juga menunjukkan pada hak yang sama bagi
lelaki maupun perempuan untuk mencari ilmu
sebanyak-banyaknya, sesuai dengan kemampuan dan keinginannya. Nabi
saw. bersabda:
“Mencari ilmu
itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ahamad dan Ibnu
Majah).
“Barang siapa yang beramal
shaleh laki-laki dan perempuan, dan mereka
adalah orang yang beriman, baginya kehidupan yang baik." (QS.3:27).
Dalil-dalil tersebut menunjukkan
bahwa kewajiban dan hak mempunyai ilmu (pengetahuan) sebelum mengeluarkan
ucapan dan melakukan perbuatan, tidak hanya pada diri lelaki, tetapi juga
perempuan. Allah swt. tidak membedakan jenis, suku, ras, ataupun kedudukan
sosial manusia, dalam memberikan imbalan atas
amal kebajikan yang diperbuat hamba-Nya, termasuk
menuntut ilmu.
Kewajiban dan hak menuntut ilmu
pada setiap muslim, mengarah pada hukum mencari ilmu yang digolongkan menjadi
dua macam. Pertama, menuntut ilmu hukumnya Fardhu ’ain bagi setiap
umat Islam. Hal ini apabila ilmu itu menjadi prasyarat
untuk mengetahui sebuah ibadah atau mu’amalah yang akan
dikerjakan. Dalam kondisi seperti ini, wajib bagi masing-masing muslim
mengetahui bagaimana cara ibadah kepada Allah swt. dan mu’amalahnya.
Hukum mencari ilmu yang kedua
Fardhu Kifayah. Ini merupakan hukum asal mencari
ilmu. Artinya apabila telah ada sebagian muslim yang mengerjakan,
maka bagi muslim lain mencari ilmu menjadi sunnah hukumnya.
Kaidah Menuntut Ilmu
Dalam menuntut ilmu ada kaidah
yang harus diperhatikan oleh setiap muslim. Dr.
Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaili menyebutkan,
termasuk perkara yang penting sebelum menuntut ilmu,
ialah ikhlas (rela) karena Allah swt. Sesungguhnya ikhlas memiliki pengaruh
besar untuk meraih taufiq (bimbingan) dalam segala hal. Setiap muslim
yang mendapatkan taufiq, baginya diberi
kebaikan yang banyak dalam segala urusan agama dan dunia.
Termasuk ikhlas
dalam belajar, adalah menuntut ilmu untuk tafaqquh
(memahami secara mendalam), menghilangkan kebodohan diri sendiri. Setiap
muslim berhak bersungguh-sungguh mendalami suatu ilmu. Hasil pendalaman
tersebut, baik oleh lelaki atau perem-
puan, dapat mengembangkan khazanah ilmu pengetahuan
dan pemikiran keagamaan. Oleh karena itu sangatlah
utama bagi lelaki dan perempuan untuk berlomba-lomba ber-tafaqquh
dalam ilmu yang membuahkan amalan.
Hal lain yang harus diperhatikan
adalah isti’anah, memohon pertolongan kepada Allah swt., tawakkal
(berserah diri), dan berdoa agar dikaruniakan ilmu yang shahih (benar)
dan nafi‘ (bermanfaat). Firman Allah swt:
“Ya Rabbku, tambahkanlah
kepadaku ilmu pengetahuan”. (QS. 20: 114).
Dalam sebuah
hadis qudsi Allah berfirman:
"Wahai hamba-hamba-Ku, kamu
semua berpeluang tersesat kecuali orang yang
Aku beri petunjuk, maka mintalah petunjuk ke- pada-Ku, niscaya Aku akan
memberi petunjuk kepadamu”. (HR.
Muslim)
Tampaknya memohon
hidayah Allah merupakan jalan meraih ilmu agama, dan pengetahuan
umum yang bermanfaat bagi kemaslahatan dunia. Setiap
muslim tidak akan memperoleh petunjuk kecuali yang dikaruniai taufiq
oleh Allah swt., dan hal ini tergantung kepada upayanya masing-masing. Upaya
dalam menuntut dan mengamalkan ilmu, membawa mereka pada derajat kedudukan
sebagai manusia. Baik lelaki atau perempuan,
keduanya dikaruniai kedudukan sesuai dengan usahanya.
Upaya Meraih Ilmu
Seorang muslim sangat dianjurkan
untuk mencari ilmu ke manapun, tempat ilmu itu dapat diraih. Satu riwayat
mengatakan, “Carilah ilmu walau hingga ke negeri China”. Riwayat ini
sangat menghargai baik lelaki maupun perempuan yang bersemangat menuntut
ilmu, sekalipun hingga ke negeri nun jauh. Mereka akan terhitung sebagai
orang yang berjuang di jalan Allah swt.
Terlebih dalam menuntut ilmu,
sesungguhnya lelaki-perempuan tidak dibatasi oleh waktu. Anggapan bahwa
perempuan memiliki waktu terbatas, karena didesak kewajiban berkeluarga dan
mengasuh anak tidaklah benar. Sesungguhnya setiap lelaki dan perempuan
memiliki kesempatan sama untuk thalabul
’ilmi. Sabda Nabi saw., “Manusia harus mencari ilmu dari buaian sampai
ke liang lahat”. Inilah pemikiran yang tepat dan demokratis tentang
pendidikan seumur hidup bagi sesama. Jika
benar kita umatnya, marilah beri kesempatan serupa antara
lelaki dan perempuan untuk menjalankan kewajiban
menuntut ilmu hingga akhir hayat dikandung badan. Wallahu a’lam.
(Hafidzoh)
|
Hal-Hal yang perlu Dihindari dalam
Menuntut Ilmu
|
|
|
Syaikh Muhammad bin Shalih
al-'Utsaimin
|
Friday, 15 February 2008
|
Jangan Berkhayal
Jangan sampai engkau berhayal, yang mana di antaranya adalah engkau mengaku
mengetahui sesuatu yang tidak engkau ketahui, atau mengaku menguasai sesuatu
yang sebenarnya tidak engkau kuasai. Jika engkau melakukan itu, niscaya akan
menjadi tabir tebal yang menghalangimu dari mendapatkan ilmu.
Ini benar ... terkadang ada sebagian
orang yang memperlihatkan dirinya seakan-akan dia itu seorang ulama yang luas
wawasannya. Kalau dia ditanya, maka akan diam sebentar seakan-akan sedang
merenung, kemudian dia mengangkat kepala seraya berkata, "Terdapat dua
pendapat dalam masalah ini."
Janganlah engkau mengaku menjadi
seorang ulama yang bisa memberi fatwa, padahal sebenarnya engkau tidak
mempunyai ilmu sama sekali. Karena, perbuatan ini adalah kebodohan dan
kesesatan. Oleh karena itu, Syaikh berkata, "Jika engkau melakukan itu,
niscaya akan menjadi tabir tebal yang menghalangimu dari mendapatkan ilmu."
Jangan Sampai Engkau Menjadi
"Abu Syibr" (yang Dangkal Ilmunya)
Dikatakan bahwa ilmu itu ada tiga
tingkatan, barang siapa yang berada pada tingkatan pertama, maka dia akan
sombong, dan barang siapa yang berada pada tingkatan yang kedua, maka dia
akan tawadhu', dan barang siapa yang berada pada tingkatan ketiga, maka dia
akan mengetahui bahwa dirinya itu tidak punya ilmu.
Orang yang pertama itu sombong
karena belum mengenal hakikat dirinya. Orang kedua bersikap tawadhu', namun
dia masih memandang dirinya sebagai orang yang berilmu, sedangkan orang yang
ketiga akan mengetahui bahwa dirinya itu bodoh, yang tidak mengetahui apa
pun. Namun, yang ketiga ini apakah dia itu terpuji atau tercela? Jikalau
engkau memandang bahwa dirimu itu orang yang bodoh, maka sudah pasti engkau
tidak akan berani untuk berfatwa. Oleh karena itu, sebagian pelajar tidak
pernah bisa bersikap tegas, dia selalu brkata, "Masalah ini tampaknya
demikian atau ada kemungkinan bermakna demikian." Oleh karena itu,
selagi Allah Ta'ala memberikan ilmu kepadamu, maka anggaplah dirimu sebagai
orang yang berilmu, tegaslah dalam menjawab sebuah masalah, jangan jadikan
orang yang bertanya menjadi korban banyak kemungkinan, jika itu engkau
lakukan maka engkau tiak akan bisa memberi faedah kepada orang lain, namun
orang yang tidak memiliki ilmu yang mapan, maka seharusnya dia mengaku tidak
mempunyai ilmu.
Sudah Menyampaikan Ilmu sebelum
Mempunyai Keahlian
Hindarilah menyampaikan ilmu
sebelum punya keahlian, karena itu merupakan cela dalam ilmu dan amal.
Dikatakan: "Barang siapa yang menyampaikan ilmu sebelum waktunya, maka
sungguh dia telah menjatuhkan dirinya dalam kehinaan."
Termasuk hal yang wajib untuk
dihindari adalah menyampaikan ilmu sebelum dia memiliki keahlian untuk hal
itu. Karena, perbuatan itu adalah sebagai bukti atas beberapa hal.
- Perasaan ta'ajjub pada
dirinya sendiri, dikarenakan dia memandang dirinya sebagai seorang yang
berilmu.
- Itu menunjukkan kebodohannya
serta ketidakpahamannya dalam menghadapi masalah ini, dikarenakan
apabila orang lain melihat dia sudah berani menyampaikan ilmu, maka
mereka akan menanyakan kepadanya banyak masalah yang nantinya akan
membongkar kedoknya.
- Kalau dia menyampaikan ilmu
sebelum punya keahlian pasti dia akan mengatakan atas nama Allah sesuatu
yang tidak dia ketahui, karena kebanyakan orang yang punya maksud dan
tujuan seperti ini, dia tidak peduli meskipun harus menghancurleburkan ilmu
itu sendiri dan yang penting dia menjawab semua pertanyaan.
- Seseorang itu apabila sudah
menyampaikan ilmu kebanyakan tidak lagi mau menerima kebenaran, karena
dengan kebodohannya dia menyangka bahwa jika dia tunduk kepada orang
lain meskipun dia benar adalah bukti bahwa dia bukan orang yang ahli dalam
bidang ilmiah.
Pura-Pura Pandai
Hati-hati terhadap apa yang
dijadikan penghibur oleh orang-orang yang bangkrut dalam dunia ilmiah, yaitu
dia mempelajari satu atau dua masalah, lalu apabila dia berada di majelis ilmu
yang di dalamnya ada orang yang terpandang, maka dia selalu melontarkan dua
permasalahan tadi. Betapa seringnya perbuatan seperti ini menimbulkan cela,
setidak-tidaknya orang lain akan mengetahui jati dirinya yang sebenarnya.
Saya telah menerangkan permasalahan ini dan yang semisalnya dalam kitab At-Ta'alum.
Ada seseorang yang datang bertanya
kepada seorang ulama yang terkenal dengan keilmuannya tentang suatu masalah
yang dia sudah membahasnya dan menelitinya dengan berbagai dalil dan silang
pendapat antara para ulama yang ada. Lalu dia berkata kepada seorang ulama
yang hebat: "Apa pendapatmu tentang masalah begini dan begitu?"
Lalu, apabila si ulama menjawab, "Haram," misalnya, maka dia pun
mengatakan, 'Lalu, bagaimana dengan sabda Rasulullah yang berbunyi demikian,
juga bagaimana dengan ucapan imam Fulan demikian." Lalu, dia pun
melontarkan dalil-dalil yang tidak diketahui oleh ulama tersebut, karena
seorang ulama sekalipun tentu tidak dapat menguasai semua masalah. Tujuan
orang itu adalah ingin menunjukkan bahwa dirinya lebih pandai daripada ulama
tersebut. Dari sini, maka orang-orang awam akan membicarakannya,
"Kemarin si Fulan berada di Majelis ulama Fulan, lalu dia tidak bisa
menjawab pertanyaannya."
Ini terjadi pada sebagian ulama
dan penuntut ilmu pada saman ini, dia memiliki ilmu tertentu seperti menekuni
kitab nikah dan menelitinya dengan baik, namun kalau dia beralih ke bab jual
beli yang letaknya sebelum kitab nikah, dia sama sekali tidak mengetahuinya.
Banyak orang sekarang yang pura-pura pandai dalam ilmu hadits, dia berkata,
"Si Fulan meriwayatkan dari Fulan, dan dalam hadits ini ada sanad yang
terputus, dan sebab terputusnya adalah demikian." Namun, kalau engkau
tanya dia tentang salah satu ayat Al-Qur'an, dia tidak bisa menjawabnya.
Hanya Mengisi Kekosongan Kertas
Sebagaimana engkau juga jangan
sampai menulis kitab yang tidak bermakna serta tidak memenuhi delapan tujuan
karya tulis, yang paling terakhir adalah jangan menulis hanya untuk mengisi
kekosongan kertas. Maka, hati-hatilah dari menulis sebuah kitab sebelum
engkau benar-benar ahli dan sudah memperoleh alat-alatnya secara sempurna
serta sudah matang secara ilmiah dalam bimbingan para gurumu. Karena, engkau
akan menulis sebuah cela dan menampakkan kehinaan pada dirimu.
Adapun bagi orang-orang yang
memang sudah ahlinya, dan sudah sempurna ilmunya serta banyak ilmu yang
diketahuinya dengan mempelajari kitab-kitab yang besar dan menghafal kitab
yang kecil, juga dia bisa mengingat semua permasalahannya, maka menulis
sebuah kitab baginya adalah perbuatan yang sangat mulia sebagaimana yang
dilakukan oleh para ulama.
Jangan lupakan ucapan Al-Khathib
al-Baghdadi, "Barang siapa yang menulis kitab, maka berarti dia telah
menjadikan akal pikirannya dalam sebuah nampan yang dia tawarkan kepada orang
lain."
Syarat-syarat yang disebutkan oleh
Syaikh ini tidak mungkin terpenuhi pada saat ini. Karena, saat ini kita
banyak menemukan beberapa kitab yang ditulis oleh orang-orang yang tidak
dikenal sebagai ulama. Seandainya engkau menelaah apa yang mereka tulis, akan
engkau dapati bahwa kitab itu tidak keluar dari orang yang sudah mapan keilmuannya,
hanya berisi banyak nukilan yang kadang-kadang disandarkan pada yang
mengakatannya dan terkadang tidak. Yang penting kita tidak terlebih dahulu
berbicara tentang niat, karena niat itu hanya Allah yang mengetahuinya, namun
kita katakan, "Tunggulah waktunya ... tunggulah waktunya."
Kalau nanti engkau sudah memiliki ilmu
dan kemampuan, maka berilah ulasan kitab-kitab tersebut dengan
sebaik-baiknya, karena memang sebagiannya belum terdapat dalil-dalilnya
secara lengkap.
Sikap Anda terhadap Kesalahan Para
Ulama Terdahulu
Apabila engkau mendapatkan
kesalahan seorang ulama, maka janganlah engkau senang untuk bisa merendahkan
martabatnya, namun senanglah karena engkau bisa membenarkan kesalahannya.
Karena, orang yang jujur akan mamastikan bahwa tidak ada seorang ulama pun
yang lepas dari kesalahan dan kealpaan, terutama ulama yang banyak karya
ilmiahnya.
Tidak ada orang yang senang untuk
meremehkannya dengan kesalahan ini kecuali orang yang berlagak pandai, orang
semacam ini ingin menyembuhkan sakit pilek malah mengakibatkan sakit lepra.
Ya ... memang harus diingatkan
kesalahan atau kelalaian seorang ulama yang sudah dikenal tentang keilmuan
dan keutamaannya, namun jangan sampai hal itu berakibat mengurangi
kehormatannya yang akan bisa membuat orang lain terpedaya.
Sikap seseorang terhadap kesalahan
para ulama, baik yang hidup sebelumnya atau yang semasa dengan dia ada dua
cara. (1) Meluruskan kesalahannya. Seseorang wajib mengingatkan sebuah
kesahalan orang lain meskipun dia seorang ulama besar, baik dia hidup semasa
dengannya atau sebelumnya, karena menjelaskan kesalahan seseorang adalah hal
yang wajib. Dan, jangan sampai menghilangkan sebuah kebenaran hanya karena
menghormati orang yang mengatakan kebatilan, karena menghormati kebenaran itu
lebih diutamakan. (2) Terkadang ada orang yang menyebutkan kesalahan ulama
semasanya atau yang sebelumnya dengan tujuan membongkar aibnya, bukan untuk
mnejelaskan kebenaran. Ini hanya terjadi dari orang yang punya penyakit hasad
dalam hatinya. Dia berharap bisa menemukan sebuah pendapat yang lemah atau
kesalahan orang lain, lalu dia menyebarkannya di tengah-tengah masyarakat.
Oleh karena itu, engkau jumpai ahli bid'ah melecehkan Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah, mereka mencari-cari sesuatu yang paling bisa digunakan untuk
mencelanya, lalu mereka menyebarkannya dan menghinanya. Mereka katakan,
"Ibnu Taimiyah menyelisihi ijma' tatkala mengatakan bahwa thalaq tiga
sekaligus dihitung satu. Ini adalah pendapat yang aneh, dan barang siapa yang
berpendapat aneh (sendiri), maka dia akan masuk neraka. Dia juga menghukumi
bahwa seorang suami jika mengatakan kepada istrinya: "Engkau saya cerai,"
maka dia harus membayar kaffarah (denda) sumpah, padahal dia tidak bersumpah
sama sekali dan hanya mengatakan, "Jikalau engkau berbuat begini, maka
engkau saya ceraikan." Ibnu Taimiyah juga mengatakan bahwa Allah masih
terus berbuat, dan pendapat ini mempunyai konsekuensi bahwasannya ada yang
qadim selain Allah, karena semuanya ini terjadi dengan perbuatan Allah, maka
jika perbuatan Allah itu qadim, maka yang terjadi akibat perbuatan itu pun
qadim, sehingga dengan demikian dia telah mengatakan adanya dua ilah. Juga
ucapan semisalnya yang mereka ambil dari sebagian ketergelinciran beliau,
lalu mereka menyebarkannya di tengah-tengah masyarakat. Padahal, yang benar dalam
semua masalah ini adalah beliau. Namun, karena mereka itu adalah orang yang
hasad lagi pendendam--na'udzubillaah min dzalik--maka lain lagi urusannya.
Oleh karena itu, sikapmu terhadap
kesalahan ulama sebelummu hendaklah didaari dengan tujuan mencari kebenaran.
Karena, barang siapa yang tujuannya mencari kebenaran, maka akan diberi
taufiq untuk menerima kebenaran tersebut. Adapun orang yang bertujuan untuk
membongkar kesalahan orang lain, seperti orang yang mencari-cari kesalahan
saudaranya, maka orang semacam itu akan dicari-cari kesalahannya oleh Allah.
Dan barang siapa yang dicari-cari kesalahannya oleh Allah, maka Allah akan
membongkar aibnya walaupun dia sembunyi di dalam rumah ibunya.
Orang yang jujur adalah orang yang
mampu berkata adil. Orang semacam ini kalau menelaah ucapan para ulama
niscaya akan mengetahui bahwa tidak ada seorang ulama pun kecuali mempunyai
kesalahan dan kelalaian, terutama orang yang banyak menulis karya-karya
ilmiah dan banyak berfatwa. Oleh karena itu, sebagian orang berkata,
"Barang siapa yang banyak berbicara, akan banyak kesalahannya, dan
barang siapa yang sedikit bicaranya, akan sedikit kesalahannya."
Menolak Syubhat
Jangan jadikan hatimu seperti
bunga karang laut yang bisa menerima apa pun yang mendatanginya. Hindarilah
syubhat pada dirimu, juga orang lain, karena syubhat itu sangat
menyambar-nyambar dan hati itu lemah, dan orang yang paling banyak menebarkan
syubhat adalah para ahli bid'ah, maka hati-hatilah terhadap mereka.
Ini adalah wasiat yang disampaikan
oleh Imam Ibnu Taimiyah kepada murid beliau, Imam Ibnul Qayyim, beliau
berkata, "Jangan jadikan hatimu seperti bunga karang laut, yang bisa
menerima semua yang masuk padanya, namun jadikanlah seperti kaca bersih, dia
bisa menampakkan apa yang ada di belakangnya tanpa harus terpengaruh dengan
apa pun yang mengenainya."
Kebanyakan orang tidak mempunyai
ketetapan hati dan dia selalu memikirkan berbagai syubhat. Alangkah benarnya
perkataan para ulama, "Seandainya kita menuruti berbagai syubhat
aqliyah, maka tidak akan ada satu pun nash yang selamat, pasti semuanya
menjadi ragu-ragu dan penuh dengan berbagai kemungkinan. Oleh karena itu,
para sahabat Nabi mengambil makna zhahir Al-Qur'an dan As-Sunnah dan tidak
merenung sambil berkata, "Kalau ada yang bertanya begini
bagaimana?"
Berjalanlah sesuai dengan zhahir
Al-Qur'an, karena yang zhahir itulah pokok makna Al-Qur'an. Tatkala engkau
melihat sejarah Rasulullah bersama para sahabatnya, niscaya akan engkau
jumpai bahwa mereka memahami sesuatu sesuai dengan zhahirnya. Saat Rasulullah
mengatakan kepada para sahabat bahwa Allah Ta'ala turun ke langit dunia pada
sepertiga malam yang terakhir, apakah mereka mengatakan kepada beliau,
"Wahai Rasulullah, bagaimana cara turun Allah? Apakah langit itu cukup
bagi-Nya? Apakah mereka menanyakan seperti itu? Tidak ...!
Oleh karena itu, saya nasihatkan
kepada kalian agar jangan memikirkan hal-hal tersebut, terutama sekali pada
masalah ghaib, karena akal manusia akan bimbang kalau terus memikirkannya dan
tidak akan pernah mengetahui hakikatnya. Biarkanlah dia sesuai dengan
zhahirnya. Katakan: "Kami dengar dan kami imani serta kami
percayai." Karena, yang ada di balik itu masih lebih besar lagi. Inilah
sebenarnya yang selayaknya dilakukan oleh penuntut ilmu.
Hindari Kesalahan
Jauhilah lahn (kesalahan), baik dalam
kata-kata maupun tulisan. Karena, kata-kata dan tulisan yang disampaikan
tanpa kesalahan akan nampak agung dan bersih. Juga akan nampak manisnya
sebuah makna yang terpancar dari kata-kata indah tanpa salah. Umar bin
Khaththab mengatakan, "Belajarlah bahasa Arab, karena itu akan menambah
kewibawaanmu." [1] Diceritakan bahwa para ulama salaf terdahulu biasa
mumukul anak mereka karena kesalahan bahasa. Imam Al-Khathib al-Baghdadi
meriwayatkan dari Ar-Rahabi, beliau berkata, "Saya mendengar sebagian
sahabat kami berkata, 'Apabila ada seseorang yang sering salah menyalin tulisan
dari tulisan orang y ang sering salah, dan tulisan itu juga disalin oleh
orang yang sering salah, maka jadilah tulisan itu bahasa Persia'." [2]
[1] Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam
Syu'ab (1765) dan Al-Khathib al-Baghdadi dalam Al-Jami' (1067).
[2] Lihat Al-Jami' (1064).
Al-Mubarrid berkata:
"Ilmu nahwu bisa membetulkan lisan orang yang salah.
Dan orang akan dihormati apabila dia tidak salah bicara.
Apabila engkau menginginkan ilmu yang paling utama.
Maka yang paling utama adalah yang bisa meluruskan lisanmu."
(Bait syair ini bukan ucapan Al-Mubarrid, namun ucapan Ishaq bin Khalaf
al-Baharani. Lihat Al-Kamil [II/536-537]).
Dari sini, maka jangan percayai
ucapan Al-Qasim bin Mukhaimirah rhm., "Belajar nahwu itu awalnya hanya
akan menyibukkan diri dan berakhir dengan kezaliman."
Juga, jangan percayai ucapan
Bisyir al-Hafi rhm. tatkala ada yang berkata kepadanya, "Belajarlah ilmu
nahwu."
Dia menjawab, "Nanti saya akan tersesat."
Dia berkata lagi, "Katakanlah 'Ali telah memukul 'Amr."
Bisyr berkata, "Wahai saudaraku, kenapa 'Ali memukulnya?"
Dia menjawab, "Wahai Abu Nashr (panggilan Bisyr al-Hafi) 'Ali tidak
memukulnya, namun ini adalah sebuah kaidah dasar yang dijadikan contoh."
Maka, Bisr pun berkata, "Berarti ilmu ini awalnya adalah kebohongan,
saya tidak membutuhkannya."
Kedua kisah ini diriwayatkan oleh Al-Khathib dalam kitab Iqtidha' al-'Ilmi
al-'Amal.
Aborsi Pemikiran
Hindarilah aborsi pemikiran, yaitu
melahirkan buah pikiran sebelum matang.
Maknanya, janganlah engkau
tergesa-gesa menyampaikan ilmu yang engkau dapatkan, terlebih-lebih kalau
masalah yang akan engkau sampaikan itu berbeda dengan pendapat kebanyakan
ulama atau menyelisihi kandungan dalil lain yang shahih, karena sebagian
orang ada yang ingin menempuh jalan pintas, tatkala dia dapati sebuah hadits,
maka dia akan langsung mengambilnya, meskipun hadits tersebut dha'if (lemah)
dan bertentangan dengan hadits yang shahih, kemudian menyampaikannya kepada
khalayak umum, sehingga mereka menyangka bahwa dia telah mencapai sebuah
tingkatan ilmu yang belum dicapai oleh selainnya. Oleh karena itu saya
katakan, "Jika engkau melihat sebuah hadits yang menunjukkan kepada
sebuah hukum yang menyelisihi hadits-hadits yang shahih, yang seharusnya jadi
landasan inti hukum dan diterima oleh umat, maka janganlah engkau
tergesa-gesa menyampaikannya, demikian halnya jika hadits tersebut
menyelisihi pendapat jumhur, jangan tergesa-gesa engkau mengatakannya. Namun,
jika memang itulah yang benar, maka engkau wajib menyampaikannya.
Israiliyyat Gaya Baru
Hindarilah israiliyyat gaya baru
yang sengaja dihembuskan oleh para orientalis dari kalangan Yahudi dan
Nasrani, karena hal itu lebih berbahaya daripada israiliyyat zaman dulu.
Israiliyyat yang ada pada zaman dahulu ini telah jelas urusannya bagi kita
dengan penjelasan dari Rasulullah dan keterangan para ulama. Adapun
israiliyyat gaya baru yang merasuki pemikiran Islam seiring dengan majunya
kebudayaan dan era globalisasi, ini adalah kejelekan yang nyata dan serangan
yang sangat mematikan. Sebagian umat Islam saat ini sudah menjadikannya
sebagai jalan hidup, adapun yang lainnya ada yang tunduk patuh padanya. Oleh
karena itu, berhati-hatilah jangan sampai engkau terjerumus ke dalamnya.
Semoga Allah melindungi umat Islam dari keburukannya.
Yang dimaksud oleh Syaikh di atas
adalah pemikiran-pemikiran yang merasuki tubuh umat Islam lewat orang-orang
Yahudi dan Nasrani. Ini bukanlah israiliyyat yang berupa berita, namun ini
berupa sebuah pemikiran yang banyak masuk pada kitab sastra atau lainnya. Di
antara pemikiran ini ada yang masuk pada masalah muamalah, ibadah, serta
pernikahan. Sehingga, ada sebagian orang yang mengingkari poligami, padahal
banyak para ulama yang mengatakan bahwa poligami itu lebih utama daripada
monogami. Mereka mengingkari poligami dan mengatakan bahwa syariat ini hanya
untuk masa lampau. Orang semacam itu tidak memahami bahwa poligami pada zaman
sekarang ini lebih dibutuhkan dari pada zaman dahulu, karena saat ini jumlah
wanita sangat banyak, juga banyaknya fitnah sehingga wanita butuh untuk bisa
menjaga kemaluannya.
Hindarilah Debat ala Bizantium
(Debat Kusir)
Maksudnya adalah debat kusir, yang
tidak menghasilkan apa-apa. Dulu orang-orang Bizantium memperdebatkan tentang
jenis mlaikat, padahal saat itu musuh sudah ada di pintu gerbang negeri
mereka, sehingga akhirnya musuh-musuh itu menghancurleburkan mereka.
Beginilah sebuah perdebatan dalam urusan yang sepele menjadikan mereka tidak
bisa mendapatkan jalan petunjuk.
Petunjuk salaf dalam masalah ini
adalah menahan diri dari banyak permusuhan dan perdebatan, dan sering
melakukannya adalah tanda kurangnya wara'. Sebagaimana yang dikatakan oleh
Al-Hasan al-Bashri tatkala beliau mendengar orang-orang berdebata,
"Mereka itu orang-orang yang bosan beribadah, maka mereka menjadi enteng
berbicara dan berkurang rasa wara' mereka, oleh mereka itu mereka selalu
berbicara." [3] Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Az-Zuhd dan
Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah.
[3] Riwayat Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah
(II/157) dan Ibnu Abi 'Ashim dalam Az-Zuhd (I/272).
Debat kusir harus dihindari,
adapun perdebatan yang bertujuan untuk mencari kebenaran yang didasari dengan
sikap saling menghormati dan tidak berlebih-lebihan, maka itu diperintahkan.
Sebagaimana firman Allah Ta'ala (yang artinya), "Serulah (manusia)
kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah
mereka dengan cara yang lebih baik ..." (An-Nahl: 125).
Perdebatan seperti yang
dicontohkan oleh Syaikh di atas yang dilakukan oleh orang-orang Bizantium
yaitu perdebatan tentang jenis malaikat adalah sesuatu yang tidak akan
menghasilkan apa-apa. Karena, pertanyaan itu di luar batas kemampuan akal
kita. Kita hanya mengetahui dari apa yang telah diberi tahu oleh Allah dan
Rasul-Nya, seperti malaikat tercipta dari cahaya, mereka memiliki tubuh dan
sayap, mereka juga bisa naik dan turun.
Termasuk perdebatan ini adalah
seperti yang dilakukan oleh ahli kalam, yaitu perdebatan mereka tentang
berbagai masalah aqidah. Misalnya, apakah kalam Allah itu sifat fi'liyah atau
dzatiyah? Apakah kalam Allah itu baru atau qadim? Apakah Allah turun ke
langit dunia itu secara hakikat ataukah hanya kiasan? Apakah jari-jari Allah
itu hakikat ataukah sekadar kiasan? Dan seterusnya. Wahai ikhwah sekalian,
sesungguhnya pembahasan semacam ini hanya akan mengeraskan hati dan akan
menghilangkan keagungan dan kemuliaan Allah dari hatinya. Sangat disayangkan
kalau ada yang membahas sifat Allah seakan-akan dia sedang membahas jasad
yang mati, subhanallah! Padahal, sebelumnya kalau dia mendengar nama Allah
akan merinding bulu kuduknya karena mengingat keagungan dan kemuliaan-Nya.
Semua perdebatan semacam ini tidak
ada manfaatnya, tirulah para sahabat yang tidak mempertanyakan hal-hal
semacam ini, karena apabila mereka menanyakan dan membahasnya hanya akan
berakibat kerasnya hati. Namun, jika nama Allah masih agung dan mulia di dalam
hatimu dan engkau tidak membahas masalah-masalah tersebut, maka ini akan
menjadikan-Nya lebih Agung dan Mulia. Perhatikanlah hal ini karena inilah
sebuah kebenaran.
Tidak Ada Kelompok Tidak juga
Partai yang Dapat Dipersembahkan Wala' dan Bara' Kepadanya
Identitas seorang muslim adalah
taat dan takwa kepada Allah Ta'ala dan cinta perdamaian, wahai para penuntut ilmu,
semoga Allah memberikan berakah pada diri dan ilmumu, tuntutlah ilmu dan
amalkanlah, kemudian dakwahkanlah sesuai dengan cara para ulama salaf.
Janganlah engkau suka keluar masuk
pada berbagai jama'ah, karena berarti engkau akan keluar dari tempat yang
lapang menuju sebuah tempat yang sangat sempit, semua yang ada dalam Islam
adalah merupakan manhaj hidup, kaum muslimin adalah satu jama'ah, sedangkan
tangan Allah berserta jama'ah. Dalam Islam tidak dikenal sistem fanatik
golongan. Saya berlindung kepada Allah dan saya berdoa kepada-Nya agar jangan
sampai kalian berpecah-belah, sehingga kalian akan menjadi mangsa berbagai
kelompok, golongan, dan madzhab-madzhab bathil, yang mana dengan semua itu
engkau memasang bendera wala' dan bara'.
Jadilah seorang pelajar muslim
yang sesungguhnya, yang mengikuti atsar dan meneladani sunnah, berdakwah atas
dasar bashirah ilmu dengan tetap mengakui keutamaan para ulama yang
terdahulu. Karena, fanatik golongan ini punya sistem dan cara tersendiri yang
belum pernah dikenal oleh para ulama salaf, yang mana ini adalah penghalang
terbesar dari menuntut ilmu serta mampu memecah-belah dari persatuan umat Islam.
Sudah berapa banyak fanatik golongan ini mampu melemahkan kekuatan dan
persatuan umat Islam? Serta menjadikan banyak kesengsaraan bagi kaum muslimin?
Oleh karana itu, hati-hatilah dari fanatik golongan yang sudah banyak
kejahatan dan keburukannya. Berbagai golongan itu tidak ada bedanya dengan
paralon saluran air yang hanya bisa mengumpulkan air kotor lalu membuangnya
begitu saja, kecuali hanya orang yang dirahmati oleh Allah sajalah yang bisa
tetap berpegang teguh dengan manhaj Rasulullah dan para sahabatnya.
Imam Ibnul Qayyim tatkala
menerangkan tentang ciri-ciri orang yang ahli ibadah berkata, "Ciri yang
kedua bahwasannya mereka tidak menisbatkan diri dengan sebuah nama tertentu.
Maksudnya tidaklah mereka dikenal oleh masyarakat dengan sebuah nama
tertentu, yang sudah menjadi lambang bagi ahli thariqat shufiyyah. Juga,
termasuk ciri mereka adalah tidak terikat dengan amal perbuatan tertentu yang
akhirnya mereka akan dikenal dengan amal perbuatan tersebut. Karena, ini
semua adalah sebuah cacat dalam beribadah dikarenakan ibadah itu hanya
bersifat sektoral.
Adapun orang yang melakukan ibadah
secara universal, maka dia tidak akan pernah dikenal dengan amal salah satu
ibadah sjaa, karena dia memenuhi panggilan semua bentuk ibdah. Dia bisa
memberikan sumbangsih pada semua sektor ibadah. Dia tidak terikat dengan
simbol dan lambang nama, baju, sistem, dan cara tertentu. Bahkan, kalau
ditanya tentang siapa gurunya? Dia menjawab, "Rasulullah saw."
Tentang manhajnya? Dia menjawab, "Ittiba', mengikuti jejak
Rasulullan." Tentang pakaiannya? Dia menjawab, "Pakaian
ketakwaan." Tentang madzhabnya? Dia menjawab, "Menghukumi dengan
sunnah Rasulullah." Tentang tujuan dan harapannya? Dia menjawab,
"Menginginkan wajah Allah." Tentang perjuangannya? Dia menjawab, "Bertasbih
kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan
disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang
tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari
mengingat Allah, mendirikan shalat, dan membayarkan zakat ...."
(An-Nur: 36-37). Tentang nasabnya? Dia menjawab, "Bapak saya adalah Islam,
saya tidak mempunyai bapak yang lain. Saat orang-orang membanggakan sebagai
keturunan Bani Qais dan Bani Tamim." Tentang makanan dan minumannya? Dia
menjawab, "Apa urusanmu dengan dia?" Dia memiliki sepatu dan tempat
minumnya, dia bisa minum air dan memakan rumput sampai akhirnya akan bertemu
dengan pemiliknya:
Alangkah meruginya apabila umur telah habis.
Dan waktu telah pergi antara hinanya kelemahan dan kemalasan.
Padahal, orang lain telah menempuh jalan keselamatan.
Dan mereka secara perlahan telah menuju pada cita-cita yang tinggi.
Kemudian beliau berkata,
"Merekalah simpanan Allah di mana pun mereka berada." Simpanan
seorang raja adalah sesuatu yang disembunyikannya sendiri untuk keperluannya
saja dan tidak pernah diberikan kepada orang lain. Demikian juga simpanan
seseorang adalah sesuatu yang disimpan untuk keperluan dan hajatnya pribadi.
Ahli ibadah yang universal tadi tatkala tertutupi dari pandangan orang lain,
mereka tidak dipandang penting, mereka juga tidak menisbatkan diri dengan
nama, madzhab, guru, dan baju tertentu, maka merekalah simpanan Allah yang
tertutup rapat.
Mereka adalah makhluk yang paling
jauh dari malapetaka, karena sering kali malapetaka itu terjadi karena
terkait dengan simbol tertentu, dengan mengikat diri dengan cara tersebut.
Itulah yang bisa memutus hubungan dengan Allah tanpa mereka sadari. Anehnya,
merekalah yang biasa disebut dengan ahli ibadah, padahal merekalah orang yang
terputus hubungannya dengan Allah dengan sebab keterkaitan mereka dengan
semua itu. Seorang ulama pernah ditanya tentang (nama lain dari) sunnah.
Maka, beliau menjawab, "Tidak mempunyai nama lain, kecuali
As-Sunnah." Maksudnya bahwa Ahlus Sunnah tidaklah mempunyai nama lain
yang mereka menisbatkan diri kepadanya melainkan hanya As-Sunnah.
Sebagian orang ada yang terikat
dengan cara berpakaian orang lain, ada lagi yang duduk di sebuah tempat yang
tidak mungkin ia duduk pada tempat lainnya, ada yang berjalan dengan cara
tertentu yang ia tidaka akan berjalan dengan cara lain atau dalam hal pakaian
dengan cara khusus atau juga menjalankan ibadah tertentu yang ia tidak akan
melakukan ibadah lainnya meskipun lebih tinggi derajatnya, juga ada yang
terikat dengan guru tertentu yang mana ia tidak akan pernah belajar kepada
yang lainnya, meskipun guru lain itu lebih dekat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Mereka semua terhalang untuk
mendapatkan tujuan tertinggi, mereka telah terikat dengan adat, sistem,
keadaan, istilah-istilah tertentu yang menghalangi mereka dari ittiba' secara
murni, maka mereka pun meninggalkannya. Kedudukan mereka paling jauh dari
ittiba'. Engkau akan melihat sebagian di antara mereka beribadah kepada Allah
dengan cara riyadhah, menyendiri dan mengosongkan hati. Orang ini menganggap
bahwa menuntut ilmu akan memutus jalan beribadah. Apabila disampaikan
kepadanya tentang mencintai karena Allah dan memusuhi karena Allah,
memerintahkan berbuat kebaikan dan melarang berbuat kemunkaran, dia akan
menganggap ini sebagai sesuatu yang jelek. Apabila ada di antara anggota
mereka yang melakukannya, maka akan segera dikeluarkan dari kelompok mereka.
Mereka adalah orang yang paling jauh dari Allah meskipun yang paling dianggap
dekat.
Ini adalah pembahasan yang
penting, yaitu masalah hendaknya seorang penuntut ilmu terbebas dari
fanatisme kelompok dan golongan, yang akan mempersembahkan wala' dan bara'
terhadapnya. Hal ini tanpa diragukan lagi adalah menyelisihi madzhab salaf,
karena para ulama salaf yang shaleh tidak memiliki fanatisme golongan,
semuanya hanya ada satu kelompok, yaitu yang disebut oleh Allah dalam
firman-Nya, ".... Dia (Allah telah menamai kamu sekalian orang-orang
muslim dari dahulu ...." (Al-Hajj: 78). Tidak boleh ada fanatisme
golongan, wala' dan bara' kecuali yang disebutkan dalam Al-Qur'an dan
As-Sunnah.
Sebagian orang ada yang fanatik
pada kelompok tertentu, dia telah menetapkan manhaj kelompoknya, lalu
mencari-cari dalil untuk mendukung pendapatnya, yang malahan dalil itu
membantah pendapatnya sendiri, dia menyesatkan orang yang tidak masuk dalam
kelompoknya, orang semacam ini membuat sebuah kaidah: "Barang siapa
tidak masuk kelompoknya berarti musuhnya."
Pendapat ini sangat jelek, karena
ada orang yang tidak masuk dalam kelompokmu namun dia juga bukan musuhmu,
juga kalau ia adalah lawanmu dalam mencari kebenaran, maka sebenarnya dia
adalah kawanmu, berdasarkan sabda Rasulullah saw., "Tolonglah
saudaramu, baik dia menzalimi ataupun yang dizalimi." (HR Bukhari).
Tidak ada fanatisme golongan dalam
Islam. Oleh karena itu, tatkala muncul kelompok dan golongan dalam tubuh umat
Islam, maka umat pun berpecah-belah dan muncul berbagai macam cara dan sistem
yang berbeda, yang akhirnya sebagian mereka menyesatkan sebagian yang lainnya
dan memakan daging saudaranya.
Sebgai sebuah contoh saat ini ada
sebagian pelajar yang berguru pada salah seorang syaikh, lalu orang ini
membela gurunya, baik dia benar atau salah, adapun guru lainnya disesatkan
dan dibid'ahkan. Dia berpendapat bahwa hanya gurunyalah yang berbuat kebaikan
adapun yang lainnya mungkin orang bodoh atau orang yang suka berbuat
kerusakan. Ini adalah sebuah kesalahan besar. Ambil kebenaran dari mana pun
datangnya, dan apabila engkau tertarik pada salah seorang guru, maka
belajarlah padanya, namun ini bukan berarti engkau membelanya, baik benar
maupun salah, juga bukan berarti engkau menyesatkan dan melecehkan yang lain.
Hal-Hal yang Merusak Adab-Adab Ini
Wahai saudaraku ... semoga Allah
menjaga kita semua dari kesalahan .... Apabila engkau membaca adab pelajar
muslim ini dan engkau juga telah mengetahui sebagian dari perangai yang
merusaknya, maka ketahuilah bahwa perkara yang paling merusak adab ini
adalah:
- Menyebarkan rahasia.
- Menyitir ucapan suatu kaum,
lalu disampaikan kepada kaum yang lain.
- Kasar dan berlebihan dalam
ucapan maupun perbuatan.
- Banyak bersenda gurau.
- Ikut campur urusan orang
lain.
- Dengki.
- Hasad (iri).
- Berburuk sangka.
- Duduk bersama ahli bid'ah.
- Berjalan menuju tempat yang
haram.
Jauhilah semua perbuatan tercela
ini dan perbuatan-perbuatan yang semisalnya, dan janganlah engkau
melangkahkan kaki menuju ke tempat yang terlarang, jika engkau melanggar ini,
maka berarti engkau orang yang lemah agama, tidak berbobot, tukang main-main,
ahli ghibah (mengumpat) dan ahli namimah (adu domba), lalu bagaimana mungkin
engkau bisa menjadi seorang pelajar yang handal yang mempunyai ilmu serta
mampu mengamalkannya?
Semoga Allah meluruskan
langkah-langkah kita, dan semoga Dia menganugerahkan semuanya dengan
ketakwaan dan kebaikan dunia dan akhirat. Semoga shalawat serta salam
senantiasa tercurah kepada nabi kita, Muhammad saw., keluarga dan sahabat
beliau.
Bakr bin 'Abdullah Abu Zaid
25/10/1408 H
Sumber: Diringkas dari Syarah
Adab dan Manfaat Menuntut Ilmu, terj. Ahmad Sabiq, Lc, editor isi Abu
'Azzam (Pustaka Imam Asy-Syafi'i, 2005); judul asli: Syarah Hilyah Thaalibil
'Ilmi, Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin (Maktabah Nurul Huda,
2003).
Oleh: Abu Annisa
|
|